Novel ini bercerita tenang kehidupan dari sudut pandang seorang Dini kecil, yang dibesarkan bersama dengan saudara-saudaranya ketika perang kemudian berkecamuk. Bagi saya, novel ini adalah novel pertama yang saya baca yang menjadikan seorang gadis kecil sebagai tokoh utama. Awalnya saya tidak begitu paham jika ternyata gadis kecil itu adalah sang penulis saat ia masih kecil. Namun saat saya mengetahuinya, kekaguman saya pada beliau menjadi sangat besar. Tidak mudah menurut saya menyampaikan tulisan dari sudut pandang anak-anak sementara sang penulis sendiri telah bertahun-tahun melewati masa itu. Kecuali jika memang masa kecil itu sangat berkesan buat beliau. Hal ini yang menjadi nilai lebih buat saya, sebagai orang awam yang tidak begitu paham tentang kepenulisan. Karya ini yang kemudian membuat saya merasa saying untuk melupakan tentang masa kecil. Baik itu kesedihan, kesenangan, dan banyak hal sepele yang kemudian saat ini menjadi begitu sangat bermakna.

Baca juga....Biografi NH. Dini

 
Novel karya Nh. Dini sering dikelompokkan ke dalam novel-novel kenangan, karena novel ini bercerita tentang kihidupan Dini sebagai pengarangnya. Dini kecil hingga remaja itu lebih tepatnya. Maka aku atau saya dalam novel itu menokohkan Nh. Dini sendiri. Berikut adalah sinopsis novel Sebuah Lorong di Kotaku.

Akhirnya ibu mendapatkan sebuah rumah yang menyenangkan. Kami hidup tentram dalam bimbingan ibu yang penuh kelembutan dan ayah yang berwibawa serta bijaksana. Aku kesepian dan kadang-kadang merasa bosan bermain sendirian, meninggu saudaraku pulang sekolah.

Suatu hari kami pergi ke rumah di desa, menumpang kereta api dan andong. Karili sangat gembira setelah sampai di rumah kakek. Demikian juga kakek. Tak henti-hentinya kami berbincang-bincang dengan kakek. Ayah pun tak lupa menanyakan keadaan dan kesehatan kakek.

Hari kedua aku diajak Paman Sarosa melihat isi kebun kakek, memetik kelapa, melihat kejernihan air sungai yang mengalir di kebun. Terasa riyaman kehidupan di desa. Terdengar derit tali timba, bunyi hewan, kicau burung, dan udara segar.
Banyak yang kulakukan selama di rumah kakek. Turut menjaga ladang, menghalau burung, ikut memandikan kerbau anak gembala bersama kakakku, Teguh Nugroho.
Dua hari telah berlalu aku harus pulang meninggalkan desa kakek, berpisah dengan paman. Aku merasa sangat sedih.

Di Madiun kami singgah di rumah Pak De dan Bu De. Di rumah ini kegiatan kami selalu diawasi. Bu De selalu hendak serba teratur. Karena itu aku merasa tidak puas.


Karena keadaan perang ibu mempersiapkan banyak makanan. Makanan itu disimpan di atas loteng. Setiap malam banyak tetangga datang ke rumah untuk mendengarkan siaran radio dan mendengar tentang berita perang.

Aku dijemput Paman Sarosa untuk berlibur selama bulan puasa di tempat kakek. Aku tinggal di rumah kakek bersama Maryam. Aku senang beneman dengan Maryam karena kami mempunyai beberapa persamaan.

Aku mulai sekolah. Semua kakakku sekolah di HIS. Di HIS semua murid harus berbahasa Belaflda. Tapi ayah selalu mewajibkan kami berbahasa Jawa.


Suatu hari ketika aku asyik bermain dengan teman-teman Maryam memaksa pulang karena kami akan mengungsi ke kampung Batan. Kami mengungsi di sini bersama-sama pengungsi lain. Karena ibu tidak mau mengungsi, ayah membuat lubang perlindungan di bawah pohon mangga. Untuk penutupnya digunakan ranting-ranting dan daun. Dindingnya dilapisi beberapa helai kasur.


Semua sekolah dan kantor tutup. Kendaraan umum tidak boleh lagi hilir mudik. Kekurarigan bahan makanan mulai terasa. Indonesia tidak lagi diduduki Belanda, melainkan oleh Jepang. Belanda menyerah kalah kepada Jepang dan seluruh daerah jajahan Belanda jatuh ke tangan Jepang.


Semoga bermanfaat.

Post a Comment