I.
PENDAHULUAN
Pendidikan
karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga
sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.[1]
Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan)
harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi
kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata
pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan
ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja
seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai
sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
Tujuan pendidikan karakter
adalah meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang
mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik
secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Pendidikan karakter dalam lingkup nasional dilakukan dalam rangka
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[2]
Salah satu strategi
penanaman karakter adalah dengan pembiasaan akhlak-akhlak mulia. Pembiasaan
akhlak mulia itu dapat dilakukan dengan habituasi dan intervensi. Salah satunya
dengan penanaman proverb, slogan, aturan yang mengatur perilaku siswa.
Makalah berikut ini akan membahas salah satu proverb yang mengatur salah
satu aspek perilaku siswa. Adapun proverb yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah : Yawn if you must, but cover your mouth (Menguaplah jika
kamu harus menguap, tetapi tutulah mulutmu).
II. PEMBAHASAN
A.
Definisi Istilah dan Makna Penting
Yawn berarti
menguap.[3]
Menguap adalah aktivitas menghirup udara dalam-dalam melalui mulut, dan bukan
mulut dengan cara biasa menarik nafas dalam-dalam. Karena mulut bukanlah organ yang disiapkan untuk menyaring udara
seperti hidung, maka apabila mulut tetap
dalam keadaan terbuka ketika menguap, maka masuk juga berbagai jenis mikroba
dan debu, atau kutu bersamaan dengan masuknya udara ke dalam tubuh. Kuap
atau menguap adalah sebuah gerakan refleks menarik dan menghembuskan napas yang
sering terjadi saat seseorang merasa letih atau mengantuk.
Menguap merupakan sebuah refleks dimana kita
merenggangkan rahang dengan membuka lebar-lebar mulut dan dengan menarik napas
dalam-dalam, serta diikuti dengan mengeluarkan napas pendek. Menguap sendiri
tidak hanya dilakukan pada saat kita baru bangun pagi ataupun mengantuk, hal
ini juga kemungkin besar dapat terjadi saat kita melihat orang lain menguap.
Hal ini juga terlihat pada binatang dan bahkan bayi
dalam janin saja dapat menguap.
Berdasarkan sebuah hipotesis, sebab seseorang menguap
adalah karena menguap itu bertindak sebagai pendingin. Hipotesis ini berdasarkan sebuah
percobaan kompres panas dan kompres dingin. Mereka yang meletakkan kompres
panas di kepala mereka menguap sebanyak 41% kali dibandingkan mereka yang
meletakkan kompres dingin hanya 9%.
Hipotesis tersebut menyebutkan bahwa otak
manusia lebih cepat panas dibandingkan organ lainya, dengan menguap maka udara
yang masuk akan membuat tubuh kita mengalami sebuah proses alamiah yang
mendorong alur darah ke kepala dan pergantian udara saat kita menarik napas dan
mengelauarkannya kembali akan mengubah temperatur aliran darah tersebut menjadi
lebih dingin.[4]
Penelitian pada scan otak baru-baru ini,
menunjukkan bahwa menguap mampu membangkitkan aktifitas neural pada bagian otak yang
berfungsi menghasilkan kesadaran sosial dan menciptakan perasaan empati. Bagian
otak tersebut adalah precuneus, bagian
kecil yang tersembunyi dalam lipatan lobus
parietalis, yang berperan sentral dalam kesadaran, refleksi diri, dan
pengambilan memori. Pada bagian ini juga yang paling sering dan paling parah
terserang penyakit yang berkaitan dengan usia.
Menguap penting untuk
membuka saluran Eustachius (yang berawal di telinga menuju tenggorokan)
dan untuk menyesuaikan tekanan udara di telinga tengah.[5]
Para peneliti telah menemukan bahwa menguap
mendinginkan otak, mencegahnya terlalu panas, yang bisa mengurangi kewaspadaan.
Suhu intim otak meningkat ketika kita lelah dan ketika kita bosan. Menguap berfungsi dalam meningkatkan aliran
darah arteri dan memungkinkan aliran darah yang lebih dingin ke otak. Untuk menjawab
pertanyaan tentang apa yang terjadi di dalam tubuh cukup sederhana. Ketika
menguap, mulut terbuka dan menghirup dalam-dalam, dan berakhir dengan napas
pendek. Selama itu, otot di sekitar otak berkontraksi dan meregang serta Anda
mengambil udara. Kemudian, darah dingin di dorong ke arah tengkorak saat darah
hangat didorong keluar.
Menguap merupakan
refleks tubuh yang terjadi saat kondisi tubuh memang benar-benar membutuhkan.
Namun demikian, jika intensitas menguap meningkat melampaui batas normal, bisa
jadi menguap itu merupakan tanda /indikasi bahwa tubuh sedang bermasalah. Ketidakberesan tubuh yang ditandai dengan sering menguap di antaranya
sebagai berikut: menderita penyakit saraf, seperti Multiple Sclerosis dan Amyotropic
Lateral Sclerosis; menderita darah rendah dengan tekanan darah 90/60 mmHg. Orang yang
memiliki tensi darah yang rendah biasanya sering menguap, cepat pusing dan
lelah.
Sebagaimana telah
diuraikan di atas, menguap memang terjadi secara alamiah dan natural, namun
secara etika menguap merupakan tindakan yang kurang baik. Bagi beberapa daerah, menguap merefleksikan
seseorang yang dalam keadaan bosan dan malas, bahkan menguap juga sering
dianggap sebuah perilaku yang asosial. Oleh karena itu, ada adab dan etika yang
harus dilakukan saat seseorang harus menguap.
Salah satu hadits nabi
menyebutkan bahwa Allah tidak menyukai menguap karena menguap itu berasal dari
setan.[6]
حَدَّثَنَا عَاصِمُ بْنُ عَلِيٍّ حَدَّثَنَا ابْنُ
أَبِي ذِئْبٍ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعُطَاسَ
وَيَكْرَهُ التَّثَاؤُبَ فَإِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ وَحَمِدَ
اللَّهَ كَانَ حَقًّا عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ سَمِعَهُ أَنْ يَقُولَ لَهُ يَرْحَمُكَ
اللَّهُ وَأَمَّا التَّثَاؤُبُ فَإِنَّمَا هُوَ مِنْ الشَّيْطَانِ فَإِذَا
تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَرُدَّهُ مَا اسْتَطَاعَ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا
تَثَاءَبَ ضَحِكَ مِنْهُ الشَّيْطَانُ
Artinya:
“Nabi berkata :
Sesungguhnya allah menyukai orang yang bersin dan tidak menyukai menguap. Jika
salah seorang dari kalian bersin dan membaca hamdalah maka setiap muslim
yang mendengarnya, hendaknya berucap “yarhamuka Allah (semoga Allah
merahmatimu). Adapun menguap itu berasal dari setan, maka jika salah seorang
diantaramu menguap maka hendaklah ia menahannya semampunya. Jika ketika menguap
ia bersuara “hah” maka setan tertawa karenanya.”
Hadits diatas menunjukkan bahwa perilaku menguap
merupakan sebuah hal yang kurang baik, meskipun secara alamiah seseorang
membutuhkan menguap itu. Sebisa mungkin seseorang yang hendak menguap harus
menahannya agar tidak membuka mulut lebar-lebar, apalagi sampai bersuara. Apabila
seseorang memang tidak mampu untuk menahan menguap, maka hendaknya ia menutup
mulutnya dengan meletakkan tangannya pada mulutnya. Hal ini sesuai dengan
hadits nabi berikut:[7]
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ
أَنْبَأَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَعِيدٍ
الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَضَعْ يَدَهُ عَلَى فِيهِ وَلَا يَعْوِي
فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَضْحَكُ مِنْهُ
Artinya
:
“Rasulullah
bersabda: Ketika salah seorang dari kalian menguap, maka letakkanlah tangan di
mulutnya dan jangan sampai bersuara karena sesungguhnya setan tertawa
karenanya.”
Dari sisi hubungan sosial dengan orang lain, menguap
merupakan perbuatan yang kurang baik dan tidak sopan. Meskipun menguap
merupakan aktifitas pribadi, namun seseorang harus memperhatikan aspek sosial
ketika menguap.[8]
Menguap sambil membuka mulut lebar-lebar apalagi sampai bersuara merupakan
perbuatan yang tidak sopan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa
menguap merupakan perilaku personal. Akan tetapi sebagai makhluk yang
berhubungan dengan manusia lainnya, perilaku menguap juga diatur etikanya.
Seseorang yang menutup mulut ketika menguap berarti telah menjaga etika dan
sopan santun terhadap orang-orang di sekitarnya.
Seseorang yang telah menerapkan proverb “Yawn
if you must, but coveryour mouth” berarti telah menjaga kesopanan terhadap
orang lain. Istilah ini mengakomodir kebutuhan fisik seseorang yang terkadang
memang membutuhkan untuk menguap, tetapi tetap memperhatikan kesopanan dalam
berperilaku di hadapan orang lain.
B.
Contoh Peristiwa Terkait ‘menguap’
Agama telah memberikan gambaran perilaku
(baca:karakter) yang baik dalam segala perilaku keseharian manusia, termasuk
ketika sedang menguap. Aturan tersebut selain bertujuan agar manusia menjadi
orang dengan karakter yang baik, juga bertujuan untuk menjaga keselamatan
manusia. Peristiwa berikut ini mungkin dapat menjadi pelajaran bagi kita agar
selalu menjaga etika dan sopan santun, terutama saat menguap.
Seorang gadis bernama Holly Thompson,[9] asal Inggris
mengalami kejadian yang tidak dapat terlupakan seumur hidupnya. Gadis 17 tahun
itu menguap saat sedang mengikuti pelajaran politik di sekolahnya, Kingsthorpe,
Northampton. Saat menguap, ia membuka mulut lebar-lebar, dan setelah itu ia
seperti terperangkap. Mulutnya tidak dapat mengatup kembali.
Terkejut tidak dapat menutup mulutnya kembali, Holly segera meminta
batuan teman sekelasnya, namun sia-sia, mulutnya tetap tidak dapat mengatup.
Holly langsung memeriksakan diri ke unit kesehatan sekolah. Namun, semua upaya
yang dilakukan perawat untuk menutup rahangnya gagal. Ia lalu dilarikan ke
rumah sakit untuk perawatan lebih lanjut. Walaupun sangat aneh dan
mungkin lucu, dokter Ejiro Obakponovwe tidak berpikir hal tersebut patut
ditertawakan. "Ini bisa sangat serius karena dia tidak bisa makan, tidak
bisa benar-benar minum, dan akan benar-benar dehidrasi," ujar Ejiro dalam
acara BBC 'Bizarre ER'.
Untuk mengatasi hal ini, Ejiro meletakkan 26 depressors lidah di
mulut Holly. Ini dilakukan untuk membuat rahang letih dan rileks sehingga bisa
kembali mengatup. Setelah itu berhasil, Ejiro pun memperbaiki posisi rahang
Holly dengan kedua tangannya. Setelah kejadian itu, Holly dilarang menguap,
karena posisi rahangnya menjadi tidak stabil.
C.
Strategi Mempertahankan Karakter Kesopanan
Secara
garis besar, pendidikan karakter dilaksanakan melalui dua strategi, yaitu
strategi habituasi[10]
dan strategi intervensi. Strategi habituasi dilaksanakan untuk menciptakan
situasi dan kondisi serta penguatan yang
memungkinkan peserta didik pada satuan pendidikannya, di rumahnya, di
lingkungan masyarakatnya membiasakan diri berperilaku sesuai nilai dan
menjadi karakter yang telah diinternalisasi dan dipersonalisasi dari dan
melalui proses intervensi. Proses pembudayaan dan pemberdayaan yang mencakup
pemberian contoh, pembelajaran, pembiasaan, dan penguatan harus dikembangkan
secara sistemik, holistik, dan dinamis.
Masnur
Muslich menyebutkan adalima pendekatan yang dapat digunakan untuk melaksanakan
pendidikan karakter, yaitu pendekatan penanaman nilai, perkembangan kognitif,
analisis nilai, klarifikasi nilai, dan pembelajaran berbuat.[11]
Kelima pendekatan ini hendaknya diterapkan secara holistik dengan memperhatika
karakter dan kondisi anak. Tujuannya adalah agar karakter yang dikehendaki
dapat tertanam dengan baik dan menjadi karakter pribadi anak tersebut.
Terkait
dengan perilaku menguap, penulis punya sedikit pengalaman tentang pengajaran
yang dilakukan oleh guru penulis semasa belajar di Madrasah Tsanawiyyah dulu.
Salah seorang guru penulis yang bernama KH. Yasin Djalil (alm) menerapkan
peraturan dalam kelasnya, jika siswa kedapatan menguap tanpa menutup mulut maka
siswa tersebut akan dikenakan denda sebesar seratus rupiah saat itu juga. Sosok
guru yang tegas dan berwibawa, selalu konsisten untuk menerapkan aturan yang
telah disepakati, terbukti dapat “memaksa” siswa untuk menerapkan kebiasaan baik
tersebut dalam perilaku kesehariannya. Pada akhirnya perilaku menutup mulut
saat menguap telah menjadi kebiasaan siswa. Dibutuhkan ketegasan dan
konsistensi dari semua pihak untuk selalu menjaga penerapan aturan tersebut
selama proses penanaman karakter.
D.
Proverb Lain Terkait Kesopanan dalam
Berperilaku
1. Palingkanlah
wajah ke arah kiri ketika bersin dan ucapkanlah hamdalah sesudahnya.
2. Saat
makan, jangan bersuara.
3. Menunduklah
dan beri salam ketika lewat di hadapan orang yang lebih tua.
4. Jika
terpaksa kentut, carilah tempat yang jauh dari orang lain
5. Hindarkan
bau mulut, terutama saat berbicara dengan orang lain
III.
PENUTUP
Penanaman
karakter sopan santun pada anak dapat dilakukan dalam segala hal dalam
keseharian kita. Dibutuhkan ketegasan dan konsistensi dari semua pihak untuk
selalu menjaga penerapan aturan tersebut selama proses penanaman karakter.
Kebutuhan fisik memang perlu dipenuhi, tapi tidak boleh mengabaikan aspek
kesopanan dalam berperilaku.
DAFTAR PUSTAKA
Echols,
John M., dan Shadily, Hassan, Kamus
Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1976.
Gunawan, Heri, Pendidikan
Karakter:Konsep dan Implementasi, Bandung: Alfabeta, 2014.
Juan, Stephen, Tubuh Ajaib: Membuka Misteri-misteri
Aneh dan Menakjubkan Tubuh Kita, terj.T Hermaya, Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama, 2006.
Muslich, Masnur, Pendidikan Karakter, Jakarta:
Bumi Aksara, 2011.
Rakhmat, Jalaludin, Psikologi Agama: Sebuah
Pengantar, Jakarta: Pustaka Mizan, 2013.
Samani, Muchlas, Hariyanto, Pendidikan Karakter,
Bandung:Remaja Rosdakarya, 2013.
www,puskurbuk.net/
Kerangka Acuan Pendidikan Karakter.
Liputan6,com
Shahih Bukhari.
Sunan Ibnu Majah.
[1] Heri
Gunawan, Pendidikan Karakter:Konsep dan Implementasi, Bandung:Alfabeta,
2014, 24.
[3] John M. Echols
dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1976, 658.
[4]
Liputan6.com
[5]
Stephen Juan, Tubuh Ajaib: Membuka Misteri-misteri Aneh dan Menakjubkan
Tubuh Kita, terj.T Hermaya, Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2006, 112-114.
[6] Hadits
nomor 5758 dalam Shahih Bukhari, juz 19, 233.
[7] Hadits
nomor 958 dalam Sunan Ibnu Majah, juz 3, 232.
[8]
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Agama: Sebuah Pengantar, Jakarta: Pustaka
Mizan, 2013, 216.
[9] Kisah
ini penulis baca pada laman
[10] Muchlas
Samani, Hariyanto, Pendidikan Karakter, Bandung:Remaja Rosdakarya, 2013,
145-146.
[11] Masnur
Muslich, Pendidikan Karakter, Jakarta: Bumi Aksara, 2011, 106-123.
Posting Komentar