A.
PENDAHULUAN
Pada era sekarang ini, pendidikan mendapatkan tantangan yang lebih
berat, baik itu teknologi yang berkembang sangat pesat tanpa melalui kontrol
sosial politik dan moral, pergeseran demografi telah mulai dirasakan di dunia
pendidikan dengan tuntutan perluasan pendidikan tinggi, telah muncul berbagai
pandangan yang berbeda yang berkaitan dengan fungsi hakiki sekolah, telah
muncul berbagai gagasan pengembangan kurikulum muatan lokal disamping pengayaan
kurikulum nasional dengan adopsi kurikulum manca negara, munculnya gagasan sekolah
gratis, muncul kebijakan penyamaan status sekolah negeri dan swasta, muncul
gagasan sekolah alam dan home schooling, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Untuk itulah kita sebagai pendidik harus selalu pro aktif yaitu salah satunya
dengan cara meningkatkan kualitas sekolah.
Apabila dibandingkan dengan negara-negara lainnya, Indonesia
mempunyai kualitas pendidikan yang rendah. Kualitas pendidikan secara umum
tidak dapat dipisahkan dari kualitas sekolah. Menurut Kunandar, rendahnya
kualitas pendidikan dapat dilihat dari beberapa faktor, yaitu :
1.
Lulusan
dari sekolah atau perguruan tinggi yang belum siap memasuki dunia kerja karena
minimnya kompetensi yang dimiliki
2.
Peringkat
Human Development Index (HDI) Indonesia masih rendah
3.
Laporan
International Educational Achievement (IEA) bahwa kemampuan membaca siswa
Sekolah Dasar (SD) Indonesia berada pada urutan 38 dari 39 negara yang disurvei
4.
Indonesia
menempati peringkat 38 untuk bidang IPA, untuk bidang matematika dan kemampuan
membaca menempati peringkat 39 dari 41 negara yang disurvei
5.
Sumber
Daya Manusia Indonesia masih rendah
6.
Indonesia
tertinggal dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
7.
Posisi
perguruan tinggi Indonesia favorit seperti UI dan UGM berada pada peringkat 61
dan 68 dari 77 perguruan tinggi di Asia[1]
Sekolah merupakan rumah kedua anak-anak. Sekolah merupakan tempat
untuk belajar dan menuntut ilmu, mengembangkan potensi yang dimiliki dan juga
bisa mendapatkan pengalaman dan teman baru serta sebagai tempat untuk proses mempersiapkan
kelangsungan hidup yang matang dimasa yang akan datang yang kelak akan dijalani
oleh seorang anak. Oleh karena itu, orang tua mempunyai harapan besar terhadap
sekolah agar anak mereka bisa dididik, dibina, dibimbing dan diarahkan agar
nantinya memiliki kecakapan hidup yang tak sebatas teori namun juga mampu
menerapkannya dalam setiap sendi kehidupan, selain itu juga agar anak
mendapatkan perlindungan, pengawasan dan pengarahan dari sekolah yang mana
dalam hal ini anak sudah menjadi tanggung jawab sekolah ketika sedang berada di
sekolah, dari mulai masuk hingga kemudian anak pulang dari sekolah.
Semakin mampu dan profesional sekolah melaksanakan sistem
perlindungan pengamanan dan amanat atas titipan dari para orang tua, maka akan
semakin banyak kepercayaan yang diberikan orang tua kepada sekolah. Hal inilah
yang menjadi PR baegi sekolah, untuk mengelola sistem atau memanage
program-program yang memenuhi kebutuhan anak selama disekolah. Citra sekolah di
masyarakat akan semakin baik ketika orang tua semakin memberikan kepercayaan
kepada sekolah.
Oleh karenanya dalam makalah ringkas ini, penulis mencoba
untuk menggali lebih lanjut tentang apakah yang dimaksud dengan mutu
sekolah/madrasah itu? dan bagaimanakah peran dan fungsi pengawas/supervisor
dalam peningkatan mutu sekolah/madrasah?
B.
KONSEP MUTU SEKOLAH / MADRASAH
Mutu adalah hal yang tidak mudah didefinisikan, terutama mutu atas
suatu jasa seperti pendidikan. Hal ini
disebabkan karena beragamnya standar yang dibuat atas terpenuhinya mutu
tersebut.
Pengertian mutu
mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya)
baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangible maupun yang
intangible.
Dalam konteks pendidikan pengertian mutu mengacu pada proses pendidikan dan
hasil pendidikan. Dalam “proses pendidikan” yang bermutu terlibat dari berbagai
input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi
(bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan
sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif.
Mutu dalam konteks “hasil pendidikan” mengacu pada prestasi yang dicapai oleh
sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun,
2 tahun atau 5 stahun, bahkan 10 tahun). Prestasi ini dapat berupa hasil tes
kemampuan akademis ataupun prestasi di bidang lain seperti di cabang olahraga,
seni ataupun ketrampilan tambahan.
Dalam kaitan dengan mutu sekolah,
UNICEF mendeskripsikan sebagai suatu kondisi dimana :
1. Siswaa sehat, bergizi, dan siap
mengikuti proses pembelajaran serta mendapatkan dukungan dari orang tua dan
masyarakat
2. Lingkungan sekolah sehat, aman,
tidak bias gender dan fasilitas belajar tercukupi
3. Kurikulum sekolah menjamin siswa
mendapatkan pelajaran yang memadai, khususnya pengetahuan dan ketrampilan untuk
hidup
4. Proses dilaksanakan oleh guru yang
terlatih dengan menekankan pada pendekatan learner centered teaching, manajemen
kelas yang berkualitas, evaluasi dan penilaian yang tepat
5. Outcome sesuai dengan kebutuhan
pembangunan nasional dan aktif berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat
Namun selama ini, pembicaraan mutu
sekolah cenderung dititik beratkan pada pengetahuan dan ketrampilan yang
dikuasai oleh siswa.
Suatu sekolah yang berorientasi pada
“mutu” dituntut untuk selalu bergerak dinamis penuh upaya inovasi, dan mengkondisikan
diri sebagai lembaga atau organisasi pembelajar yang selalu memperhatikan
tuntutan kebutuhan masyarakat yang terus berkembang. Oleh karena itu, sekolah
dituntut untuk selalu berusaha menyempurnakan desain atau standar proses dan
hasil pendidikan agar dapat menghasilkan “lulusan” yang sesuai dengan tuntutan
masyarakat.
Peningkatan mutu sekolah tidak bisa
melepaskan diri dari intervensi politik. Sekolah mau tidak mau harus patuh dan
tunduk pada intervensi politik pemerintah. Sebagai contoh, kebijakan Ujian
Nasional, KTSP, sertifikasi guru dengan porto folio, SBI, sekolah gratis dengan
membebankan pada sekolah dan sebagainya. Oleh karena itu, intervensi politik
dari pemerintah ini menjadikan upaya peningkatan mutu sekolah semakin berat.
Peningkatan mutu sekolah merupakan
perpaduan antara knowledge skill, art dan entrepreneurship yaitu perpaduan yang
berujung pada bagaimana proses pembelajaran dilaksanakan sehingga terwujud
proses pembelajaran yang berkualitas. Proses pembelajaran merupakan faktor yang
langsung menentukan kualitas sekolah.
Untuk dapat mendorong gerak lembaga
sekolah mencapai mutu pendidikan yang diharapkan, maka terdapat lima kekuatan
pokok yaitu :
1.
Kepemimpinan yang efektif
Pihak penyelenggara dan pengelola sekolah atau kepala
sekolah dituntut untuk dapat melaksanakan fungsinya secara efektif, pandai
memimpin, memahami prinsip pendidikan, serta berwawasan mutu. Kemajuan akan
lebih cepat tercapai apabila kepala sekolah dapat melaksanakan fungsinya secara
baik. Banyak orang berpendapat bahwa 50% kemajuan sekolah dipengaruhi oleh
faktor kepala sekolahnya.
2.
Desain atau standar yang tepat
Kurikulum dan perangkat pendidikan lainnya tentu
dituntut untuk memenuhi standar mutu yang sesuai dengan harapan masyarakat. Desain
atau standar harus selalu disesuaikan dengan kedinamisan tuntutan kebutuhan
masyarakat sehingga sekolah dapat selalu tampil unggul.
3.
Sistem yang efektif
Yang
dimaksud disini adalah hal-hal
yang menyangkut pelaksanaan birokrasi yang berlaku yaitu pelaksanaan ketentuan,
peraturan, prosedur, dan juga kriteria dapat berjalan efektif sesuai dengan
azasnya. Sebagai sebuah sekolah yang memberikan layanan pendidikan tentu
dituntut untuk melaksanakan fungsinya secara tertib dan tersistem. Proses
perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang dilakukan secara tertib,
konsisten, dan konsekuen sesuai desain/standarnya akan dapat menjamin
tercapainya mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan sebagaimana yang
diharapkan. Sebagaimana peran kepala sekolah, faktor penerapan sistem yang
efektif juga sangat berpengaruh terhadap suksesnya layanan sekolah dan
pencapaian peningkatan mutu pendidikan.
4.
Kesadaran dan motivasi personal
Maksudnya
adalah setiap individu yang terlibat dalam
kegiatan di sekolah baik peserta didik, guru, maupun personal lainnya perlu
menyadari bahwa mereka memiliki kebutuhan pribadi terhadap keberadaan sekolah,
sehingga mereka dituntut memiliki tanggung jawab terhadap kelancaran
penyelenggaraan sekolah. Dengan adanya kesadaran pribadi untuk saling
bekerjasama dan bertanggung jawab atas fungsi masing-masing yang didorong oleh
kebutuhan pribadi tersebut, maka hal itu akan menjadi faktor pendorong gerak
maju sekolah. Tanpa adanya faktor pendorong ini maka sekolah akan tutup karena
tak ada lagi yang mau mengajar dan belajar di sekolah tersebut.
5.
Lingkungan yang kondusif
Dengan
terwujudnya suatu lingkungan sekolah yang nyaman menyenangkan tentu akan
memberikan dorongan terhadap peningkatan mutu kegiatan pendidikan di sekolah.
Semakin baik dan lengkap fasilitas sekolah tentu akan semakin membantu dalam
peningkatan mutu dan pencampaian tujuan pendidikan.
Dalam kaitan dengan peningkatan
mutu, pengalaman menunjukkan terdapat berbagai model yang dilaksanakan mencakup
berbagai kebijakan dalam upaya peningkatan mutu, diantaranya yaitu :
1.
Model
UNESCO
Untuk
meningkatkan kualitas sekolah maka diperlukan kebijakan antara lain :
1)
Sekolah
harus siap dan terbuka dengan mengembangkan a reactive mindset, menanggalkan
problem solving yang menekankan pada orientasi masa lalu, berubah menuju change
anticipating yang berorientasi kepada how can we do things differently
2)
Pilar
kualitas sekolah adalah learning how to learn, learning to do, learning to be,
dan learning to live together
3)
Menetapkan
standar pendidikan dengan indicator yang jelas
4)
Memperbaharui
dan kurikulum sehingga relevan dengan kebutuhan masyarakat dan peserta didik
5)
Meningkatkan
pemanfaatan ICT dalam pembelajaran dan pengelolaan sekolah
6)
Mengembangkan
kultur sekolah yang kondusif pada peningkatan mutu
7)
Meningkatkan
partisipasi orang tua, masyarakat dan kolaborasi sekolah dan pihak-pihak lain
8)
Melaksanakan
quality assurance
2.
Model
Bank Dunia
Di
bidang pendidikan, kebijakan Bank Dunia senantiasa bertumpu pada the production
function approach, pendekatan fungsi produksi yang mendeskripsikan bahwa mutu
pendidikan merupakan hasil dari proses yang merupakan fungsi dari input. Input
pendidikan dapat teridentifikasi dengan jelas, yaitu kurikulum, guru, tenaga
kependidikan yang lain, pergedungan, ruang kelas, laboratorium, dan buku. Peningkatan
kualitas pembelajaran disamping ditentukan oleh kualitas guru juga oleh
keberadaan teknologi informasi dan komunikasi modern dalam pembelajaran. Oleh
karena itu, teknologi informasi dan komunikasi sebagai fasilitas pembelajaran
harus dipersiapkan. Bank Dunia juga menekankan reformasi manajemen pendidikan
sebagai salah satu upaya dalam peningkatan kualitas sekolah, termasuk
diantaranya perlu peningkatan kualitas kepemimpinan kepala sekolah.
3.
Model
Orde Baru
Pada
era ini, peningkatan mutu pendidikan cenderung secara patuh melaksanakan
kebijakan Bank Dunia. Upaya peningkatan mutu sekolah menekankan ketersediaan
fasilitas seperti pergedungan dan ruang kelas laboratorium dan buku teks
disamping pembaharuan kurikulum. Manajemen pendidikan dilaksanakan secara
sentralistis. Semua kebijakan ditentukan oleh pusat. Sekolah sebagai pelaksana
proses pembelajaran tidak mempunyai wewenang yang memadai sehingga implikasi
perencaan dan upaya peningkatan mutu bersifat top-down yang berakibat tidak
adanya peningkatan mutu disekolah-sekolah tetapi hanya ada di pusat.
4.
Model
Orde Reformasi
Pada
era ini, demokratisasi menjadi kata kunci dalam peningkatan mutu. Inti dari
demokratisasi di dunia pendidikan adalah mengembalikan hak-hak, wewenang dan
tanggung jawab pendidikan ke tangan guru (pendidik) sebagai pengelola utama
proses pendidikan. Kebijakan dalam peningkatan mutu sekolah diantaranya
menetapkan Metode Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) kemudian diganti
School Based Management (SBM) atau Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Kebijakan
lainnya yaitu mengembangkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang kemudian
berkembang KTSP, dan juga deklarasi dari Mendiknas bahwa tidak ada lagi
perbedaan sekolah negeri dan sekolah swasta, kecuali menyangkut gaji pokok.
Bantuan sekolah yang selama ini banyak tertuju ke sekolah negeri mulai
berkurang dan sebaliknya bantuan untuk sekolah swasta semakin banyak.
Terdapat
5 faktor yang dapat mempengaruhi kualitas sekolah, yaitu :
1)
Manajemen
sekolah
2)
Proses
pembelajaran
3)
Sarana
dan prasarana
4)
Sumber
daya manusia
5)
Teknis,
termasuk didalamnya governance, lingkungan akademik, komunikasi dan kerjasama,
evaluasi diri dan akreditasi
Dari
kelima faktor diatas, manajemen sekolah memiliki pengaruh yang besar terhadap
kualitas sekolah.
C.
MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU SEKOLAH / MADRASAH
Manajemen mutu dalam konteks pendidikan dapat diartikan
sebagai sebuah cara atau metode meningkatkan performansi secara terus menerus
pada hasil atau proses di sebuah lembaga pendidikan dengan mendayagunakan semua
sumber daya manusia dan modal yang tersedia. Mutu yang dapat ditingkatkan dalam
pendidikan adalah meliputi input, proses, output pendidikan.
Input pendidikan adalah segala sesuatu (berupa sumber daya
dan perangkat lunak serta harapan-harapan) yang harus tersedia karena
dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Input sumber daya meliputi: sumber daya
manusia (kepala sekolah, guru, konselor, karyawan, dan peserta didik) dan
sumber daya lainnya (peralatan, perlengkapan, uang, dan sebagainya). Input
perangkat meliputi: struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan,
deskripsi tugas, rencana atau program, dan sebagainya. Input harapan-harapan
berupa: visi, misi, tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah.
Proses pendidikan adalah mengubah sesuatu menjadi sesuatu
yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut
input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan berskala
mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan
keputusan, proses pengelolalaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses
belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi. Proses dinyatakan bermutu
jika pengkoordinasian dan penyerasian serta pemanduan input sekolah (guru,
siswa, kurikulum dan seterusnya) dilakukan secara harmonis sehingga dapat
menciptakan pembelajaran yang nyaman mampu mendorong motivasi dan minat belajar
serta benar-benar mampu memberdayakan peserta didik.
Sedangkan output pendidikan adalah merupakan kinerja
sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku
sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitas, efektivitas, produktivitas,
efesiensi, inovasi, kualitas kerja, dan moral kerjanya.
Teknik
menyusun program peningkatan mutu sekolah diantaranya yaitu :
1. School Review
Merupakan proses mengevaluasi dan
menilai efektivitas sekolah dan mutu lulusan. Proses ini dilakukan oleh seluruh
komponen sekolah yang bekerja sama dengan stake holder atau tenaga ahli dan
menghasilkan rumusan kelemahan, kelebihan, informasi prestasi sekolah, serta
rekomendasi untuk pengembangan jangka menengah.
2. Benchmarking
Merupakan kegiatan menetapkan
standard dan target yang akan dicapai dalam suatu periode tertentu. Kegiatan
ini dapat diaplikasikan untuk individu, kelompok, atau lembaga.
3. Quality Assurance
Merupakan teknik untuk menentukan
bahwa proses pendidikan telah berlangsung sebagaimana mestinya. Teknik ini
menekankan pada teknik monitoring yang berkesinambungan, melembaga dan menjadi
sub sistem sekolah dan akan menghasilkan umpan balik dan jaminan pelayanan
terbaik pada stake holder.
4. Quality Control
Merupakan sistem pendeteksi
penyimpangan kualitas output dari standar.
Sedangkan
tahapan manajemen peningkatan mutu sekolah meliputi :
1. Persiapan
Pada tahap persiapan ini, hal-hal
yang harus dilakukan diantaranya yaitu :
·
Menyampaikan informasi pada guru, staf administrasi dan
orang tua siswa
·
Menyusun tim pengembang yang terdiri dari guru, kepala
sekolah dan pakar
·
Melatih tim evaluasi sekolah
·
Menentukan fokus, aspek yang akan dievaluasi berikut indikatornya
masing-masing
·
Menentukan secara random subjek sumber informasi dan sample
responden
2. Implementasi
Pada tahap ini, hal-hal yang harus
dilakukan adalah pengumpulan informasi, pengolahan informasi, penyusunan draft
laporan dan rekomendasi serta penyampaian laporan dan rekomendasi.
3. Tindak lanjut
Pada tahap ini, hal-hal yang harus
dilakukan yaitu kepala sekolah, guru dan orang tua mempelajari hasil evaluasi,
menyusun skala prioritas, menetapkan sasaran dan target sekolah, serta menyusun
program kerja untuk meningkatkan mutu sekolah.
D.
PERAN DAN FUNGSI PENGAWAS / SUPERVISOR DALAM PENINGKATAN MUTU
SEKOLAH / MADRASAH
Banyak ahli di bidang manajemen yang mengemukakan pandangannya
tentang pengertian dari kepengawasan, salah satunya Schermerhorn. Pengawasan
menurut Schermerhorn seperti dikutip Ernie Trisnawati dan Kurniawan, adalah
suatu proses dalam menetapkan kinerja yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut
Stoner, Free man dan Gilbert yang juga dikutip Ernie Trisnawati dan Kurniawan
menyatakan control is the process of ensuring that actual activities conform
the planned activities.
Menurut Sondang P. Siagian, pengawasan adalah proses pengamatan
pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan
yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.
Sedang menurut Suyanto, pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk
mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas
atau kegiatan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak.
Sadali Samsudin mendefinisikan pengawasan SDM sebagai suatu
kegiatan manajemen dalam mengadakan pengamatan terhadap sekurang-kurangnya 7
aspek, yaitu :
1.
Sumber
daya manusia yang ada dalam organisasi
2.
Sumber
daya manusia yanag benar-benar dibutuhkan organisasi
3.
Pasaran
sumber daya manusia yang ada dan memungkinkan
4.
Kualitas
sumber daya manusia yang dimiliki dan yang ada di pasaran tenaga kerja
5.
Kemampuan
individual dari setiap sumber daya manusia dalam organisasi
6.
Upaya
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam organisasi
7.
Semangat
kerja sumber daya manusia,
Pengawasan merupakan tanggung jawab pimpinan, tapi karena tidak
mungkin pimpinan melakukan semuanya maka pengawasan dilimpahkan kepada unit
kepengawasan. Disamping itu pengawasan harus bisa diukur objek apa yang telah
dicapai, menilai pelaksanaan serta mengadakan tindakan perbaikan atau
penyesuaian yang dipandang perlu, disamping itu pengawasan harus bisa
mengevaluasi diri tentang apa yang telah dicapainya (inspeksi diri).
Dari paparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengawasan adalah
segenap kegiatan untuk untuk meyakinkan dan menjamin bahwa tugas atau pekerjaan
telah dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, kebijaksanaan yang
telah digariskan dan perintah atau aturan yang diberikan.
Pengawas sekolah merupakan jabatan fungsional yang berlaku dalam
lingkungan pendidikan formal. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 21 tahun 2010, pasal 1 ayat 2 menyebutkan
pengawas sekolah adalah pegawai negeri sipil (guru) yang diberi tugas, tanggung
jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan
pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan.
Dalam penjelasan pasal 57 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
nomor 19 tahun 2005 disebutkan supervisi manajerial meliputi aspek pengelolaan
dan administrasi satuan pendidikan sedangkan sepervisi akademik meliputi
aspek-aspek pelaksanaan proses pembelajaran.[2]
Tugas pokok pengawas pendidikan adalah melakukan penilaian dan
pembinaan dengan melaksanakan fungsi-fungsi supervisi baik supervisi akademik maupun
supervisi manajerial. Oleh karena itu, maka kegiatan yang harus dilaksanakan
pengawas yakni :
1.
Melakukan
pembinaan pengembangan kualitas sekolah, kinerja kepala sekolah, kinerja guru
dan kinerja seluruh staf sekolah
2.
Melakukan
evaluasi dan monitoring pelaksanaan program sekolah beserta pengembangannya
3.
Melakukan
penilaian terhadap proses dan hasil program pengembangan sekolah secara
kolaboratif dengan stakeholder sekolah
Menurut Sudjana, kewajiban utama pengawas adalah melaksanakan tugas
pengawasan akademik dan manajerial serta melakukan pembimbingan atau pelatihan
kemampuan professional guru dan meningkatkan kemampuan profesionalismenya
melalui peningkatan kualifikasi akademik dan kompetensi yang harus dikuasainya
secara berkelanjutan.
Tanggung jawab pengawas sekolah adalah tercapainya mutu pendidikan
di sekolah yang dibinanya. Mutu pendidikan sekolah tidak hanya dilihat dari
jumlah dan kualitas lulusan, melainkan diukur dari tercapainya 8 standar
nasional pendidikan sebagaimana dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang adanya
standar nasional dalam penyelenggaraan pendidikan, delapan standar itu meliputi
standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan,
sarana dan prasarana pendidikan, pengelolaan pendidikan, pembiayaan pendidikan
dan penilaian pendidikan. Kewenangan yang diberikan kepada pengawas diharapkan
dapat berdampak pada pe percepatan peningkatan mutu kualitas pendidikan.[3]
Program peningkatan mutu pendidikan, tidak akan berjalan lancar
jika setelah diadakannya monitoring dan evaluasi tanpa ditindak lanjuti. Fungsi
pengawasan dalam manajemen berguna untuk membuat agar jalannya pelaksanaan
manajemen mutu sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
Keberadaan pengawas penting sebagai penjamin keterlaksanaan program dalam peningkatan
mutu.
Dalam penerapan manajemen peran pengawas dapat diimplikasikan
berdasarkan 8 dari kompetensi pengawas dari pemikiran Wiles dan Bondi, yaitu :
1.
Pengawas
sekolah sebagai pengembang siswa
2.
Pengawas
sekolah sebagai pengembang kurikulum
3.
Pengawas
sekolah sebagai spesialis pembelajaran
4.
Pengawas
sekolah sebagai pekerja hubungan manusiawi
5.
Pengawas
sekolah sebagai pengembang staf
6.
Pengawas
sekolah sebagai pengembang administrator
7.
Pengawas
sekolah sebagai manajer perubahan
8.
Pengawas
sekolah sebagai evaluator
Menurut Anwar, fungsi supervisi atau pengawasan dalam pendidikan
adalah menetapkan masalah yang betul-betul mendesak untuk ditanggulangi,
menyelenggarakan inspeksi, yaitu sebelum memberikan pelayanan kepada guru,
supervisor lebih dulu perlu mengadakan inspeksi sebagai usaha mensurvai seluruh
sistem yang ada, memberikan solusi terhadap hasil inspeksi yang telah di
survei, penilaian, latihan dan pembinaan atau pengembangan. Sedangkan Nawawi menegaskan
bahwa " pengawasan ...berarti kegiatan mengukur tingkat efektifitas kerja
personal dan tingkat efesiensi penggunaan metode dan alat tertentu dalam usaha
mencapai tujuan". Selanjutnya dikemukakan fungsi pengawasan antara lain :
·
Memperoleh
data yang telah diolah dapat dijadikan dasar bagi usaha perbaikan dimasa yang
akan datang
·
Memperoleh
cara bekerja yang paling efisien dan efektif atau yang paling tepat dan paling
berhasil sebagai cara yang terbaik untuk mencapai tujuan
·
Memperoleh
data tentang hambatan-hambatan dan kesukaran-kesukaran yang dihadapi agar dapat
dikurangi atau dihindari. d) Memperoleh data yang dapat dipergunakan untuk
meningkatkan usaha pengembangan organisasi dan personil dalam berbagai bidang
·
Mengetahui
seberapa jauh tujuan telah dicapai
Purwanto mengemukakan fungsi-fungsi supervisi pendidikan yang
sangat penting diketahui oleh para pemimpin pendidikan termasuk kepala sekolah,
adalah sebagai berikut :
1.
Dalam
bidang kepemimpinan - Menyusun rencana dan polisi bersama mengikutsertakan anggota-anggota
kelompok (guru-guru, pegawai-pegawai) dalam 27 berbagai kegiatan, dan lain-lain
2.
Dalam
hubungan kemanusiaan - Memupuk rasa saling menghargai dan mengormati diantara
sesama anggota kelompok dan sesame manusia - Menghilangkan rasa curiga mencurigai
antara anggota kelompok, dan lain-lain
3.
Dalam
pembinaan proses kelompok - Mengenal masing-masing pribaadi anggota kelompok
baik kelemahan maupun kemampuan masing-masing kelompok - Memupuk sikap dan
kesediaan tolong menolong
4.
Dalam
bidang administrasi personel - Memailih personel yang memiliki syarat-syarat
dan kecakapan yang diperlukan untuk suatu pekerjaan. - Menempatkan personel
pada tempat dan tugas yang sesuai dengan kecakapan dan kemampuan masing-masing
5.
Dalam
bidang evaluasi - Menguasai dan memahami tujuan-tujuan pendidikan secara khusus
dan terinci. - Menguasai dan memiliki norma-norma atau ukuran-ukuran yang akan
digunakan sebagai kriteria penilaian
Dengan demikian, fungsi pengawasan ialah untuk mengetahui realisasi
perilaku personel dalam organisasi, khususnya pada wilayah pendidikan akan
diketahui melalui pengawasan apakah tingkat pencapaian tujuan pendidikan sesuai
dengan yang dikehendaki ?, apakah perlu dilakukan perbaikan ?, dan lain
sebagainya.
E.
KESIMPULAN
Mutu adalah hal yang tidak mudah didefinisikan, terutama mutu atas
suatu jasa seperti pendidikan. Hal ini
disebabkan karena beragamnya standar yang dibuat atas terpenuhinya mutu
tersebut. Pengertian
mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil
kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangible maupun
yang intangible.
Dalam konteks pendidikan pengertian mutu mengacu pada proses pendidikan dan
hasil pendidikan.
Manajemen mutu dalam konteks pendidikan dapat diartikan
sebagai sebuah cara atau metode meningkatkan performansi secara terus menerus pada
hasil atau proses di sebuah lembaga pendidikan dengan mendayagunakan semua
sumber daya manusia dan modal yang tersedia. Mutu yang dapat ditingkatkan dalam
pendidikan adalah meliputi input, proses, output pendidikan.
Program peningkatan mutu pendidikan, tidak akan berjalan lancar
jika setelah diadakannya monitoring dan evaluasi tanpa ditindak lanjuti. Fungsi
pengawasan dalam manajemen berguna untuk membuat agar jalannya pelaksanaan
manajemen mutu sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Keberadaan
pengawas penting sebagai penjamin keterlaksanaan program dalam peningkatan
mutu.
DAFTAR PUSTAKA
Collingridge,
J, and Ritchie, M, Dasar-Dasar Manajemen Personalia, diterjemahkan oleh
Ratna S, Jakarta: erlangga, 1979.
Greer, C. R., Strategic
Human Resource Management, Boston: A Person Educaty Company, 2001.
JMP, Volume I
nomor 3, Desember 2012
Mulyasa, E,
2005, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
menyenangkan, Bandung: Remaja Rosda karya, 2005.
Ngalim
Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010.
Sahertian,
Piet, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan
Sumber Daya Manusia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Samsudin, S, Manajemen
SDM, Bandung : Pustaka setia, 2006
Sudjana, Nana, Pengawas
dan Kepengawasan: Memahami Tugas Pokok fungsi Peran dan tanggung jawab sekolah,
Bekasi: Binamita Publishing,2012.
Posting Komentar