PERANAN BAHASA
DALAM
PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN
ABSTRAK
Bahasa
merupakan sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh
masyarakat pemakainya. Bagi manusia, bahasa memiliki dua fungsi, sebagai media
berpikir dan sebagai media komunikasi. Proses berpikir manusia tidak dapat
dilepaskan dari bahasa yang dikuasainya karena manusia berpikir melalui
simbol-simbol bahasa. Gagasan dan pemikiran manusia perlu untuk dikomunikasikan
dengan orang lain. Proses pengkomunikasian itu pun menggunakan media bahasa.
Dalam
kaitannya dengan pengembangan ilmu pengetahuan, bahasa memegang peranan yang
sangat penting mengingat peran bahasa sebagai media berpikir dan media
berkomunikasi. Sebuah bahasa yang baik untuk pengembangan ilmu pengetahuan
adalah bahasa yang mampu melaksanakan dua peran tersebut dengan baik pula.
Bahasa ilmu pengetahuan hendaknya mampu mengungkapkan sekaligus menjelaskan dan
merepresentasikan simbol-simbol sebuah konsep dalam suatu ilmu. Ukuran
sederhananya adalah kekayaan sebuah bahasa terhadap kosakata-kosakata, terutama
yang berkaitan dengan pesan berkonotasi pikiran.
Kata kunci : Bahasa, Ilmu
Pengetahuan, Pengembangan
I.
Pendahuluan
الإنسان Øيوان ناطق
Kemampuan
berbahasa merupakan ciri khusus manusia. Manusia dapat berkomunikasi dengan
baik melalui penguasaan dan penggunaan bahasa. Bahasa merupakan faktor penting
dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, karena manusia akan selalu
membutuhkan orang lain dan tidak bisa hidup sendiri. Bahasa dijadikan alat
untuk menyampaikan, mengekspresikan atau menjelaskan sesuatu yang dapat
dimengerti atau dipahami oleh orang lain.
Bahasa yang
digunakan merupakan suatu bukti kegiatan intelektual manusia. Manusia tidak
akan mencapai puncak kedewasaannya sebagai mahluk yang rasional yang dapat
dipisahkan dari keahliannya berbahasa. Sehingga manusia berbahasa sesuai dengan
tingkat pengetahuan dan kemampuannya masing-masing. Bahasa juga merupakan
bagian daripada realitas pengetahuan itu sendiri yang dalam cakupannya pun
terkandung interpretasi dari pikiran manusia itu sendiri. Pada prosesnya,
bahasa akan melahirkan sebuah makna yang sebelumnya diolah oleh pikiran yang
kemudian melalui makna tersebut lahir sebuah pemikiran yang bisa dijadikan
sebagai acuan dasar dalam melakukan tindakan.
Amsal Bakhtiar
menyebutkan bahwa pengetahuan manusia dapat berkembang dikarenakan adanya dua
faktor, yaitu: Pertama, manusia memiliki bahasa yang mampu
mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatar belakangi informasi
tersebut. Kedua, manusia memiliki kemampuan berpikir menurut suatu alur
kerangka berpikir tertentu.[1]
Berdasarkan
uraian-uraian di atas, kita dapat menyadari bahwa ilmu tanpa adanya bahasa
tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa memiliki kedudukan,
fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus
berfungsi sebagai sarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa adanya peran bahasa semacam
itu, pengetahuan tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam
pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berpikir modern. Makalah
berikut membahas tentang bahasa dan peranannya dalam pengembangan ilmu
pengetahuan.
II.
Peran Bahasa
dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan
A.
Ilmu
1.
Pengertian
Ilmu
Secara etimologi, ilmu berasal dari kata ilm
(Bahasa Arab), Science (Bahasa inggris)
atau Scientia (Bahasa Latin) yang mengandung kata
kerja scire yang berarti tahu atau mengetahui. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu
bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.[2]
Definisi Ilmu menurut The Liang Gie adalah rangkaian aktivitas manusia yang
rasional dan kognitif dengan metode berupa aneka prosedur dan tata langkah
sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala
kealaman, kemasyarakatan, atau perseorangan untuk tujuan mencapai kebenaran,
memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan ataupun melakukan penerapan.
Menurut Ralph van den Haag ilmu itu empiris, rasional, umum dan bersusun; serta
keempat-empatnya serempak.[3]
Antara ilmu dengan pengetahuan memiliki
perbedaan yang cukup mendasar. Kalau pengetahuan yang merupakan padan kata
dari knowledge merupakan kumpulan fakta-fakta,
sedangkan ilmu adalah suatu kegiatan penelitian terhadap suatu gejala ataupun
kondisi pada suatu bidang dengan menggunakan berbagai prosedur, cara, alat dan
metode ilmiah lainnya guna menghasilkan suatu kebenaran ilmiah yang bersifat
empiris, sistematis, objektif, analisis dan verifikatif.[4]
Kebenaran ilmiah tersebut merupakan bahan dasar dari suatu ilmu, sehingga
pengetahuan belum dapat dikatakan sebagai ilmu, namun ilmu pasti merupakan
pengetahuan.
2.
Ciri-ciri Ilmu
Ilmu memiliki beberapa ciri sebagai berikut:
a)
Ilmu merupakan sebagian-sebagian
pengetahuan yang bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur dan
dibuktikan.
b)
Ilmu tidak mengartikan kepingan
pengetahuan suatu putusan secara tersendiri, tetapi ilmu menandakan seluruh
kesatuan ide yang mengacu ke obyek yang sama dan saling berkaitan secara logis.
c)
Ilmu dapat memuat
hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.
d)
Ilmu menuntut adanya pengamatan dan
metode berpikir yang rapi. Oleh karena itu, ilmu membawa suatu terminologi
ilmiah yang disebut dengan konsep-konsep ilmu.[5]
B.
Bahasa
1.
Pengertian
Bahasa
Bernard Bloch dan George L. Trager menyatakan
bahwa bahasa adalah suatu sistem simbol-simbol bunyi yang arbitrer, yang
digunakan oleh suatu kelompok sosial untuk berkomunikasi.[6]
Menurut Saussure, sebagaimana disebutkan oleh Kaelan, bahasa adalah merupakan
suatu sistem tanda. Sedang menurut Wittgenstein bahwa ungkapan bahasa merupakan
suatu ungkapan kehidupan.[7]
Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang
digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya.[8]
Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem, yaitu seperangkat aturan
yang dipatuhi oleh pemakainya. Bahasa sendiri berfungsi sebagai sarana
komunikasi serta sebagai sarana integrasi dan adaptasi.
Bahasa pada hakikatnya merupakan suatu sistem
simbol yang tidak hanya merupakan urutan bunyi-bunyi secara empirik, melainkan
memiliki makna yang sifatnya non-empiris.[9]
Jadi bahasa merupakan sistem simbol yang memiliki makna; bahasa merupakan alat
komunikasi manusia; media penuangan emosi serta merupakan sarana
pengejawantahan pikiran manusia dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Karakteristik
Bahasa
Bahasa memiliki karakteristik sebagai berikut:
a)
Bahasa bersifat abritrer (mana
suka) artinya hubungan antara lambang dengan yang dilambangkan tidak bersifat
wajib, bisa berubah dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang tersebut
mengonsepi makna tertentu. Misalnya, kata ‘kuda’ yang melambangkan sejenis
binatang berkaki empat yang bisa dikendarai’ adalah tidak bisa dijelaskan.
b)
Bahasa bersifat produktif artinya
dengan sejumlah besar unsur yang terbatas, namun dapat dibuat satuan-satuan
ujaran yang hampir tidak terbatas. Sebagai gambaran, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan
WJS. Purwadarminta bahasa Indonesia hanya mempunyai kurang lebih 23.000
kosakata, tetapi dengan 23.000 buah kata tersebut dapat dibuat jutaan kalimat
yang tidak terbatas.
c)
Bahasa bersifat dinamis, artinya
bahasa itu tidak lepas dari berbagai kemungkinan perubahan yang sewaktu-waktu
dapat terjadi. Perubahan itu dapat terjadi pada tataran fonologis, morfologis, sintaksis, semantic,
maupun leksikon. Pada setiap waktu mungkin saja terdapat kosakata baru yang muncul,
tetapi juga ada kosakata lama yang tenggelam dan tidak digunakan lagi.
d)
Bahasa bersifat beragam artinya
bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu
digunakan oleh penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosial dan
kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi beragam, baik dalam tataran
fonologis, morfologis, sintaksis maupun pada tataran leksikon. Salah satu
buktinya adalah munculnya beragam dialek yang berbeda pada satu bahasa. Bahasa
Jawa yang digunakan di Surabaya berbeda dengan yang digunakan di Yogyakarta.
Begitu juga bahasa Arab yang digunakan di Mesir berbeda dengan yang digunakan
di Arab Saudi.
e)
Bahasa bersifat manusiawi yaitu
Bahasa sebagai alat komunikasi verbal, hanya dimiliki manusia. Hewan tidak
mempunyai bahasa. Yang dimiliki hewan sebagai alat komunikasi, yang berupa
bunyi atau gerak isyarat, tidak bersifat produktif dan dinamis. Manusia dalam
menguasai bahasa bukanlah secara instingtif atau naluriah, tetapi dengan cara
belajar. Hewan tidak mampu untuk mempelajari bahasa manusia, oleh karena itu
dikatakan bahwa bahasa itu bersifat manusiawi.
C.
Korelasi dan
Interaksi antara Ilmu dan Bahasa
Ketika membahas tentang bahasa dan pikiran,
maka seringkali muncul pertanyaan tentang bagaimana kaitan antara bahasa dan
pikiran; apakah kita memakai pikiran saat kita berbahasa?; dapatkah kita
berbahasa tanpa pikiran, atau sebaliknya?; dapatkah bahasa mempengaruhi cara
seseorang berpikir?; dan berbagai pertanyaan lainnya.
Para psikolog telah banyak melakukan
eksperimen untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. satu diantaranya
adalah Piaget. Melalui penelitiannya kepada anak-anak dalam berbahasa, dia
menyimpulkan bahwa ada dua macam modus pikiran, yaitu pikiran terarah (directed)/pikiran
intelijen (intelligent) dan pikiran tak-terarah/pikiran autistik (autistic).[10]
Dalam kaitan antara hubungan bahasa dengan pikiran, maka perlu dijelaskan
tentang hipotesis relativitas linguistik yang dicetuskan oleh Franz
Boas. Dengan memperhatikan bahasa-bahasa Indian, Boas melihat bahwa cara
berpikir orang Indian dipengaruhi oleh struktur bahasa yang mereka pakai. Boas
mendasarkan hipotesisnya atas tiga argumen,[11]
yaitu:
a)
Bahasa mengklasifikasi pengalaman.
Pengalaman manusia itu tidak terbatas, karena itu bahasa harus membagi
pengalaman ini ke dalam kelompok-kelompok yang sama atau mirip demi terwujudnya
ujaran.
b)
Bahasa yang berbeda-beda mengklasifikasikan
pengalaman dengan cara yang berbeda pula.
c)
Fenomena lingusitik itu umumnya
bersifat taksadar (unconscious).
Ilmu dan bahasa berhubungan antara
kebutuhan-kebutuhan kita untuk berekspresi dan berkomunikasi dan benda-benda
yang ditawarkan kepada kita melalui bahasa yang kita pelajari. Manusia hanya
akan dapat berkata dan memahami satu dengan lainnya dalam kata-kata yang
terbahasakan. Orientasi inilah yang selanjutnya mempengaruhi bagaimana manusia
berpikir dan berkata. Contoh dalam perilaku manusia yang tampak dalam hubungan
ilmu dan bahasa adalah perilaku manusia ketika berbicara dan menulis atau
ketika dia memproduksi bahasa, sedangkan prilaku yang tidak tampak adalah
perilaku manusia ketika memahami yang disimak atau dibaca sehingga menjadi
sesuatu yang dimilikinya atau memproses sesuatu yang akan diucapkan atau
ditulisnya.
1.
Peran bahasa
sebagai media berpikir
Peran bahasa dalam ilmu terungkap jelas dari
fungsi bahasa sebagai media berpikir. Melalui kegiatan berpikir, manusia
memperoleh dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan cara menghimpun dan
memanipulasi ilmu dan pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis,
memahami, menilai, menalar, dan membayangkan. Selama melakukan aktivitas
berpikir, bahasa berperan sebagai simbol-simbol (representasi mental) yang
dibutuhkan untuk memikirkan hal-hal yang abstrak dan tidak diperoleh melalui
penginderaan. Contohnya seseorang yang sedang memikirkan seekor harimau, dia
tidak perlu menghadirkan seekor harimau dihadapannya.
Berkat kemampuannya dalam berbahasa, manusia
dapat mengembangkan kebudayaan. Tanpa bahasa, maka hilanglah kemampuan manusia
untuk meneruskan nilai-nilai budaya dari satu generasi ke generasi lainnya.[12]
Melalui bahasa pula manusia dapat berpikir secara sistematis dan teratur.
Cassirer mengatakan manusia adalah Animal
Symbolicum, mahluk yang menggunakan simbol, yang secara generik mempunyai
cakupan lebih luas dari homo sapiens, mahluk yang berpikir. Tanpa
kemampuan menggunakan simbol ini, kemampuan berpikir secara sistmatis dan
teratur tidak dapat dilakukan. Hakikat manusia yang dilambangkan sebagai animal
rationale[13]
mengisyaratkan bahwa manusia senantiasa melakukan aktifitas ‘berpikir’.
Keberadaan bahasa sebagai sesuatu yang khas milik manusia tidak hanya merupakan
simbol belaka, namun juga merupakan media pengembang pikiran manusia terutama
dalam mengungkapkan realitas segala sesuatu.
Bahasa memang tidak selalu identik dengan
berpikir. Jika seseorang ditanya apa yang sedang dipikirkannya, dia akan
menggambarkan pikirannya melalui bahasa. Meskipun pikirannya tidak berbentuk
simbol-simbol linguistik ketika dia ditanya, dia pasti mengungkapkan pikiran
itu dalam bentuk simbol-simbol linguistik agar proses komunikasi dengan penanya
berjalan dengan baik. Namun, meskipun bahasa tidak identik dengan berpikir,
berpikir tidak dapat dilakukan tanpa bahasa. Bahkan, karakteristik bahasa yang
dimiliki seseorang akan menentukan objek apa saja yang dapat dipikirkannya.
Pada umumnya, suatu pikiran yang kompleks
dinyatakan dalam kalimat yang kompleks pula. Begitu pula suatu kalimat yang
kompleks umumnya mengungkapkan suatu pikiran yang kompleks pula. Kompleksitas
makna dalam kalimat yang kompleks ini muncul karena dalam suatu kalimat yang
kompleks selalu terdapat proposisi yang jumlahnya lebih banyak.[14]
Dalam kaitannya dengan proses berpikir
manusia, maka bahasa tidak hanya dapat dipandang sebagai medium saja.[15]
Bahasa bukan hanya sekedar representasi kenyataan, melainkan bahasa merupakan
suatu ‘pikiran’, sebab tiada cara lain untuk berpikir tentang kenyataan itu
selain melalui bahasa.
2.
Peran bahasa
sebagai media komunikasi
Komunikasi merupakan salah satu aspek
penting dalam pengembangan ilmu. Setiap ilmu dapat berkembang jika
temuan-temuan dalam ilmu itu disebarluaskan melalui tindakan berkomunikasi.
Temuan-temuan itu kemudian didiskusikan, diteliti ulang, dikembangkan,
disintetiskan, diterapkan atau diperbaharui oleh ilmuwan lainnya. Hasil-hasil
diskusi, sintetis, penelitian ulang, penerapan, dan pengembangan itu kemudian disebarluaskan
lagi untuk ditindaklanjuti oleh ilmuwan lainnya. Selama dalam proses
penelitian, perumusan, dan publikasi temuan-temuan tersebut, bahasa memainkan
peran sentral, karena segala aktivitas tersebut menggunakan bahasa sebagai
media.
Dalam penelitian dan komunikasi ilmiah,
setiap ilmuwan perlu mengembangkan dan memahami bahasa yang digunakan dalam
bidang yang ditekuni. Tanpa bahasa yang mereka pahami bersama, kesalahpahaman
akan sulit dihindari dan mereka tidak dapat bersinergi untuk mengembangkan
ilmu.
Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi manusia
mencakup lima fungsi dasar, yaitu fungsi ekspresi, fungsi informasi, fungsi
eksplorasi, fungsi persuasi dan fungsi entertainmen.[16]
Fungsi ekspresi mewadahi konsep bahwa bahasa merupakan media manusia untuk
melahirkan ungkapan-ungkapan batin yang ingin disampaikan penutur kepada orang
lain. Fungsi informasi adalah fungsi untuk menyampaikan pesan atau amanat
kepada orang lain. Fungsi eksplorasi adalah penggunaan bahasa untuk menjelaskan
suatu hal, perkara dan keadaan. Fungsi persuasi merupakan penggunaan bahasa
yang bersifat mengajak atau mempengaruhi. Sedang fungsi entertainmen bahasa
adalah penggunaan bahasa untuk menghibur, menyenangkan dan memuaskan batin.
Kelima fungsi ini sangat mendukung proses pengembangan ilmu pengetahuan,
terutama fungsi informasi dan fungsi eksplorasi.
D.
Bahasa Ilmu
Pengetahuan
Pada abad ke-16, pemahaman manusia
tentang bahasa berkisar pada hubungan ibu-anak atau analisis historis bahasa
yang menyebabkan kelahiran bahasa lain. Misalnya bahasa Yahudi dianggap sebagai
bahasa tertua yang melahirkan bahasa Syiria dan Arab, sedang Yunani melahirkan
bahasa Mesir dan Copitc, bahasa Latin menimbulkan bahasa Itali, Spanyol dan
Prancis, Tetonic melahirkan bahasa Jerman, Inggris maupun Flemis. Namun,
memasuki abad ke-17, pemahaman historisitas bahasa berubah menjadi pemahaman
keteraturan struktur bahasa, keteraturan tipologik kelompok yang menempatkan
subjek pada urutan pertama, tindakan di urutan kedua dan objek di urutan ketiga
seperti bahas Inggris, Perancis dan Spanyol.[17]
Diantara bahasa-bahasa di dunia, ada
yang sangat mendukung untuk memikirkan masalah-masalah filsafat. Sebagian lagi
sangat sesuai digunakan untuk membahas perdagangan. Ada juga yang sulit dipakai
bahkan untuk memecahkan masalah-masalah matematika sederhana. Menurut
Suriasumantri dalam kapasitasnya sebagai media komunikasi, bahasa berfungsi
untuk menyampaikan pesan berkonotasi perasaan (emotif), pesan berkonotasi sikap
(afektif), dan pesan berkonotasi pikiran (penalaran). Secara alami, tidak semua
bahasa dikembangkan oleh penuturnya dengan memberikan porsi yang sama terhadap
kemampuan menyampaikan ketiga jenis pesan itu. Masyarakat yang gemar mengembangkan
ilmu pasti memiliki bahasa yang baik dalam fungsinya sebagai media penalaran.[18]
Unsur bahasa yang mungkin berperan
paling sentral dalam fungsinya sebagai media berpikir dan media komunikasi
adalah kata-kata. Sehubungan itu, kriteria utama bahasa yang mendukung
pengembangan ilmu adalah bahasa yang kaya dengan kosa kata ilmiah, yang
maknanya sudah disepakati, paling tidak oleh para ilmuwan.[19] Peran
penting kosa kata dalam berpikir dapat ditelusuri melalui kenyataan bahwa
keterbatasan kosa kata akan membuat seseorang cenderung tidak berpikir logis,
termasuk dalam menarik kesimpulan.
Dilihat dari sisi kekayaan kosakata yang
mendukung pengembangan ilmu, bahasa Inggris kelihatannya merupakan pilihan
utama untuk dijadikan sebagai ‘linguafranca’ ilmiah bagi ilmuwan di seluruh
dunia. Kekayaan kosa kata bahasa Inggris terungkap dari survey yang
mengungkapkan bahwa bahasa Inggris memiliki sekitas 450.000 kata (1981); bahasa
Prancis dan Rusia masing masing hanya memiliki sekitar 150.000 kata (1983); pada
tahun 1991, bahasa Indonesia memiliki sekitar 72.000 kata (Huda, 1999). Dalam
konteks pengembangan ilmu di Indonesia, meskipun bahasa Inggris memiliki
unsur-unsur yang lebih lengkap untuk dijadikan bahasa ilmu, bahasa Indonesia
ditetapkan menjadi prioritas utama dengan pertimbangan bahwa bahasa juga
memiliki fungsi integratif, atau sarana untuk mempersatukan bangsa. Karena
pilihan sudah dibuat, maka bahasa Indonesia harus didorong agar kaya denga kosa
kata yang mendukung pengembangan ilmu.
III.
Kesimpulan
Bahasa memiliki peran yang sangat besar bagi ilmu pengetahuan,
karena bahasa mempunyai keterkaitan yang sangat kuat dengan pikiran. Bahasa
merupakan media berpikir manusia. Melalui kegiatan berpikir, manusia memperoleh
dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan cara menghimpun dan memanipulasi ilmu
dan pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis, memahami, menilai,
menalar, dan membayangkan.
Bahasa juga menjadi media yang sangat penting bagi proses
pengembangan ilmu pengetahuan dalam fungsinya sebagai alat komunikasi dan
eksplorasi. Manusia dapat menyampaikan gagasan dan pemikirannya melalui bahasa.
Gagasan yang disampaikan dan dipublikasikan dapat ditelaah dan dikembangkan
dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan.
Unsur bahasa yang mungkin berperan paling sentral
dalam fungsinya sebagai media berpikir dan media komunikasi adalah kata-kata.
Oleh karena itu, bahasa yang paling baik bagi pengembangan ilmu pengetahuan
adalah bahasa yang memiliki banyak ragam kosakata.
DAFTAR PUSTAKA
Anshari,
Endang Saifudin, Ilmu, Filsafat, dan
Agama, Surabaya:Bina Ilmu, 1987.
Bakhtiar,
Amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2014.
Bloch,
Bernard, dan George L. Trager, Outline of Linguistic Analysis,
Baltimore: Linguistic Society of America, 1942.
Chaer, Abdul, Psikolinguistik:
Kajian Teoretik, Jakarta:Rineka Cipta, 2003.
Dardjowidjojo,
Soenjono, Psikolinguistik: Pemahaman Bahasa Manusia, Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2003.
Djojosuroto,
Kinayati, Filsafat Bahasa, Yogyakarta:Penerbit Pustaka, 2006.
Kaelan, Filsafat
Bahasa, Semiotika dan Hermeneutika, Yogyakarta:Paradigma, 2009.
Rapar, Jan
Hendrik, Pengantar Filsafat, Yogyakarta:Kanisius, 1996.
Suriasumantri,
Jujun S. Pengantar Filsafat, 1990.
Suyono, Seno
Joko, Tubuh Yang Rasis; Telaah Krtis
Michel Foucault atas Dasar-dasar Pembentukan Diri Kelas Menegah Eropa,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
[1] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu,
Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2014, 93.
[2] Amsal Bakhtiar, Filsafat… 12.
[3] Endang Saifudin Anshari, Ilmu, Filsafat,
dan Agama, Surabaya:Bina Ilmu, 1987, 47.
[4] Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat,
Yogyakarta:Kanisius, 1996, 38.
[5] Amsal Bakhtiar, Filsafat… 13.
[6] Bernard
Bloch dan George L. Trager, Outline of Linguistic Analysis, Baltimore:
Linguistic Society of America, 1942, 5.
[7] Kaelan,
Filsafat Bahasa, Semiotika dan
Hermeneutika, Yogyakarta:Paradigma, 2009, 159-160.
[8] Kinayati Djojosuroto, Filsafat Bahasa,
Yogyakarta:Penerbit Pustaka, 2006, 34-35.
[9] Kaelan, Filsafat Bahasa…6.
[10] Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik:
Pemahaman Bahasa Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003, 283.
[11] Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik…
285-286.
[12] Kinayati Djojosuroto, Filsafat Bahasa… 47.
[13] Kaelan, Filsafat Bahasa… 8.
[14] Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik…
288.
[15]
Kaelan, Filsafat Bahasa… 340.
[16] Abdul Chaer, Psikolinguistik: Kajian
Teoretik, Jakarta:Rineka Cipta, 2003, 33.
[17] Seno Joko Suyono, Tubuh Yang Rasis; Telaah Krtis Michel Foucault atas Dasar-dasar
Pembentukan Diri Kelas Menegah Eropa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002,
233
[18] Jujun S. Suriasumantri, Pengantar Filsafat,
1990, 301.
[19] Peran penting bahasa dalam munculnya ilmu
pengetahuan digambarkan dengan perubahan episteme bahasa. Lihat Seno
Joko Suyono, Tubuh Yang Rasis; Telaah ….,
233
Posting Komentar