Prediksi hasil pemilihan umum biasanya sudah dapat diketahui oleh rakyat Indonesia tak lama setelah Tempat Pemungutan Suara (TPS) ditutup. Pasalnya saat ini metode quick count lumrah digunakan sebagai alat untuk menggambarkan hasil pemilu dengan cepat.
Hitung cepat atau jajak cepat (bahasa Inggris: quick count) adalah sebuah metode verifikasi hasil pemilihan umum yang dilakukan dengan menghitung persentase hasil pemilu di tempat pemungutan suara (TPS) yang dijadikan sampel. Berbeda dengan survei perilaku pemilih, survei pra-pilkada atau survei exit poll, hitung cepat memberikan gambaran dan akurasi yang lebih tinggi, karena hitung cepat menghitung hasil pemilu langsung dari TPS target, bukan berdasarkan persepsi atau pengakuan responden. Selain itu, hitung cepat bisa menerapkan teknik sampling probabilitas sehingga hasilnya jauh lebih akurat dan dapat mencerminkan populasi secara tepat.
Hitung cepat lazim dilakukan oleh lembaga atau individu yang memiliki kepentingan terhadap proses dan hasil pemilu. Tujuan dan manfaat dari hitung cepat adalah agar pihak-pihak yang berkepentingan memiliki data pembanding yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kemungkinan kecurangan yang terjadi pada proses tabulasi suara. Dengan hitung cepat, hasil pemilu dapat diketahui dengan cepat pada hari yang sama ketika pemilu diadakan. Jauh lebih cepat dibandingkan hasil resmi yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memakan waktu lebih kurang dua minggu. Selain itu dengan hitung cepat biaya yang dibutuhkan jauh lebih hemat daripada melakukan penghitungan secara keseluruhan.
Namun bagaimana cara kerja quick count sesungguhnya?
Data yang digunakan sebagai input perhitungan quick count adalah perhitungan suara yang dilakukan oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). KPPS akan mulai menghitung surat suara setelah TPS ditutup.
Satu per-satu surat suara dibuka, diperlihatkan kepada saksi, dan dicatat di papan tulis (biasanya papan tulis, namun bisa jadi menggunakan alat lain). Nah, hasil akhir di papan itulah yang digunakan sebagai data perhitungan quick count.
Tapi tunggu dulu, kalau begitu apakah akan ada 809.699 (jumlah TPS tahun 2019) data yang harus masuk untuk melakukan quick count?
Tidak juga. Adanya metode sampling membuat perhitungan bisa dilakukan dengan jumlah yang relatif jauh lebih sedikit. Maklum, untuk menghimpun 809.699 ribu data (populasi), diperlukan sumber daya yang tidak sedikit.
Apabila satu orang surveyor bisa mengumpulkan hasil perhitungan dari lima TPS, maka diperlukan setidaknya 160.000 orang untuk menghimpun data seluruh Indonesia. Andai saja satu surveyor dibayar Rp 300.000 untuk satu hari, maka dibutuhkan dana setidaknya Rp 48 miliar. Selain itu, untuk mengumpulkan data seluruh TPS membutuhkan waktu yang lebih lama.
Maka dari itu, sebagian lembaga survei lebih memilih metode sampling. Sampling merupakan metode statistik yang hanya mengambil beberapa contoh dari populasi.
Tapi jangan salah, sampling adalah metode statistik yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. Metode sampling juga bisa bermacam-macam, tergantung yang dipilih lembaga survei tersebut. Ada random sampling, systematic sampling, cluster sampling, dan beberapa yang lain.
Pada tahapan sampling itulah kredibilitas dari lembaga survei dipertaruhkan. Diketahui beberapa lembaga survei mengambil sampel sekitar 2000-4000 TPS. Secara umum, semakin banyak sampel, akurasi perhitungan juga lebih baik. Maka dari itu, keterbukaan lembaga survei terhadap metode yang digunakan penting untuk dilakukan
Perlu diingat bahwa siapa saja bisa melakukan quick count, kamu sendirian yang punya teman banyak di berbagai TPS pun bisa. Tapi yang berhak untuk mempublikasikan hasil quick count hanyalah lembaga survei yang sudah terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tahun 2019 ini, ada 40 lembaga survei yang sudah terdaftar di KPU.
Dalam beberapa kali pagelaran Pemilu sebelumnya, hasil perhitungan quick count yang laksanakan sejumlah lembaga hasilnya tak jauh berbeda dengan perhitungan akhir yang disampaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Jika 100% data lembaga survei sudah masuk maka bisa dipastikan hasil yang dirilis tak akan jauh berbeda dengan hasil KPU.
Demikian, semoga bermanfaat.
Posting Komentar