Setidaknya 1.780 demonstran berkumpul di depan kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Jakarta pada Rabu (8/1) pagi.

Mereka menuntut agar pemerintah mengembalikan Direktorat Jenderal Pendidikan Masyarakat (Dikmas), yang selama ini menaungi lembaga pendidikan non-formal antara lain pelatihan, kursus, dan pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM).

Ditegaskan oleh Ketua Umum DPP Forum Pengelola Lembaga Kursus dan Pelatihan (F-PLKP) Ali Badarudin, hilangnya Ditjen Dikmas dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2019 menyita keprihatinan dalam masyarakat.

Pasalnya lembaga pendidikan non-formal tersebut menjadi wadah bagi masyarakat yang tidak sempat mengenyam pendidikan formal, agar dapat memperolehan pendidikan kesetaraan.

"Saat ini ada 19.000 pengelola kursus dan pelatihan, serta 10.000 lebih PKBM merasa kecewa dengan hadirnya Perpres 82/2019 ini. Kami menolak tegas," kata Ali kepada awak media.

Karenanya, Ali berharap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim dapat mengembalikan Dirjen Dikmas di bawah kementerian, sebab merupakan amanah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

"Apabila (suara) kami tidak didengar, kami akan lanjutkan rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR RI. DPR wakil kami, wakil masyarakat kursus pelatihan, wakil PKBM, wakil semua dikmas. Saya yakin mereka akan memperjuangkan kita semua," ujar dia.

Sementara Ketua Forum PKBM Seluruh Indonesia, RA Sri Sumaryati mempertanyakan keputusan Presiden Joko Widodo yang tertuang dalam perpres tersebut.

Menurut dia, selama ini lembaga pendidikan non-formal sangat membantu masyarakat untuk mengakses pendidikan di daerah-daerah terpencil, maupun kawasan yang tidak memiliki sekolah formal.

"Kita ingin rumah dikmas sendiri, tidak diikutkan dengan formal, karena itu sudah sesuai UU. Pemerintah terlalu berani. Kami ini satu-satunya pelarian bagi orang marjinal untuk mendapat pendidikan, untuk bisa kuliah, bekerja, dan naik pangkat," tutur Sri.

Lagi pula, lanjut Sri, sudah banyak contoh di lapangan di mana lulusan pendidikan non-formal mampu melanjutkan kuliah, bahkan berkarir ke luar negeri.

"Ini dosa. Kami tidak nakal. Kami tidak digaji. Kami tidak minta apapun," kata Sri.

Seperti diketahui, Perpres 82/2019 menggabungkan unsur Pendidikan Tinggi yang sebelumnya di bawah Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti), ke Kemdikbud.

Sebagai dampaknya, susunan eselon satu di Kemdikbud mengalami penyesuaian, di mana Ditjen PAUD Dikmas berubah menjadi Ditjen PAUD, Dasar, dan Menengah, setelah menghilangkan Dikmas.

"Kami sudah memperbaiki manajemen, kenapa kami yang lagi senang lalu dihilangkan, salah apa kami?" tandas Sri.
Sumber : http://www.jurnas.com


Mereka melakukan aksi untuk menuntut revisi terhadap Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2019 dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 Tahun 2019






Post a Comment