Akhir pekan kemarin, sekolah tempat saya mengajar melakukan Kunjungan Museum ke Museum Konfernsi Asia-Afrika dan Museum Geologi di Bandung. Saya turut kebagian tugas untuk ikut mendampingi anak-anak.
Kami berangkat dari sekolah menggunakan 2 bus besar. Berangkat dari sekolah pukul 19.00 WIB. Setelah sebelumnya melaksanakan shalat maghrib dan isya (dengan di jamak takdim) dan doa pemberangkatan. Dengan penuh semangat anak-anak mengikuti kegiatan ini, meskipun saya sendiri yakin bahwa motif mereka pun bermacam-macam. Tapi melihat keceriaan dan semangat mereka, aku sudah senang..


Akhirnya berangkatlah kami.
Namun keceriaan di wajah mereka tak bertahan lama. Penyebabnya adalah sebagian besar dari mereka tidak terbiasa menaiki bus (dan mungkin juga kondisi fisik mereka yang kurang istirahat) hingga banyak juga yang mabuk perjalanan disaat perjalanan baru menempuh waktu 15 menit. Berbagai jurus pun dicoba untuk mengatasinya. Berbekal kotak obat, kertas tisu, dan kantong plastik, saya (dan guru-guru lain) sebagai guru pendamping hanya bisa berusaha semampu kami mengurangi penderitaan mereka (hehehe..bahasanya lebay ya..). Kepanikan itu sedikit mereda ketika sebagian sudah dapat tertidur.


Pagi menjelang Shubuh, kami sudah sampai di tempat transit kami yang pertama, yaitu di sebuah rumah makan di pinggiran kota Bandung. Setelah sholat Shubuh, mandi, dan makan, kami bergegas melanjutkan perjalanan menuju destinasi pertama kami, yaitu di Museum Konferensi Asia Afrika, tepatnya di Jl. Asia Afrika No.65 Bandung. Karena kami datang terlalu pagi, museum belum dibuka. Jadi lah kami gelandangan baru di pinggiran jalanan Kota Bandung.


Segera setelah museum dibuka, kami masuk dan menerima pengarahan dari pengelola. Kami jadi banyak mengenal betapa besar usaha para pemimpin negara-negara Asia dan Afrika pada waktu itu untuk bangkit diantara dominasi dua kekuatan besar dunia, yaitu Blok Barat dan Blok Timur. Hal yang lebih mengagumkan serta membanggakan adalah bahwa penggagas utama gerakan ini adalah Bapak pendiri negara Indonesia tercinta, Presiden Soekarno. Anak-anak juga puas mempelajari sejarah perjalanan Gerakan Non-Blok.


Selanjutnya kami berkunjung ke Museum Geologi. Disana kami dibawa dalam suasana prasejarah, mulai kemunculan makhluk hidup di bumi, hingga saat ini. Saya pun jadi sadar, bahwa memang telah sangat renta usia bumi ini. Wajar jika ia sudah “sakit-sakitan”, apalagi diperparah dengan perlakuan kita yang tak lagi menghargainya sebagai titipan anak cucu kita.


Destinasi kami yang ketiga adalah Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu.
Hawa dingin menusuk menyambut kedatangan kami di Gunung ini. Melihat kawah belerang menyadarkan kami betapa hebat dan kuasanya Pencipta.


Perjalanan kami pun diakhiri dengan mencari oleh-oleh di pusat belanja Cibaduyut, kawasan yang dulu lebih dikenal sebagai sentra kerajinan kulit. Namun sekarang tidak hanya kerajinan kulit yang dijajakan disana, melainkan segala macam cendera mata seperti boneka, sepatu, tas, kaos, hingga makanan dan jajanan.


Perjalanan yang melelahkan menuntun kami pada lelapnya tidur.










Capek dan melelahkan memang…tapi banyak pelajaran, banyak pengalaman, dan banyak kenangan yang kami peroleh. Semoga dapat menjadi bekal kami dalam menempuh kisah kehidupan; menjadi pelecut semangat kebangsaan; menjadi pembakar gelora fitrah kedewasaan; dan menjadi pengingat kekerdilan keberadaan kami di hadapan Sang Ilahi. Semoga….

Post a Comment