Dulu (atau mungkin sekarang masih) sering ditekankan andai kita mau sukses, berhasil, dan hidup ‘enak’, maka kita harus memiliki ilmu pengetahuan. Atas dasar itu, orang tua dan guru-guru kita seringkali menekankan pada anak dan siswanya untuk senantiasa belajar.
Dalam proses belajar, seorang perlu dibimbing oleh seorang guru, yang tentunya juga harus pintar. Kisah berikut ini mungkin salah satu bentuk ‘pintar’ yang dimaksudkan tersebut.

Ceritanya, ditempat tinggal saya ada seorang guru SD yang masih lajang. Hidup sendiri, jauh dari orang tua, memaksa sang guru SD tersebut untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidupnya seorang diri. Gaji yang diterima dari mengajar di SD ternyata masih kurang baginya. Akhirnya ia membuka les atau bimbingan belajar kecil-kecilan (amatiran) bagi anak-anak usia SD. Mulai dari tetangga dekat sekitar rumah, hingga tetangga yang rumahnya terbilang cukup jauh.
Pasang surut peserta les itu pun terjadi pula. Sang guru pun merasa usahanya untuk mencari penghasilan tambahan dari nge-les-i tetangga sekitar yang notabene anak-anak SD itu pun menurutnya kurang mencukupi. Hingga datang tawaran dari seorang kawannya untuk membimbing belajar adik dari kawannya tersebut yang ternyata sudah di bangku SMP. Tanpa pikir panjang, demi menambah isi kantongnya, tawaran itu pun disanggupi oleh sang guru muda.
Akhirnya adik si kawan itu datang untuk belajar bersama sang guru. Satu kali, dua kali, tiga kali pertemuan berjalan dengan lancar, seperti biasanya (kupikir). Namun satu saat sang guru muda itu bercerita bahwa pelajaran yang diajarkan di SMP tak mampu ia kuasai. Ketika siswa bimbingannya itu bertanya tentang mata pelajaran fisika, misalnya, ia gelagapan dan tak mampu menjawabnya. Tapi sang guru tak patah semangat, tak mau kehilangan sumber pencahariannya, ia pun berakal untuk mencari solusi permasalahan dan pertanyaan siswanya melalui internet. Bahkan seringpula si siswa disuruh untuk mencarinya sendiri.

Dari trik sang guru muda ini, saya jadi berpikir bahwa jadi pintar itu tidak harus melulu menguasai sebuah ilmu pengetahuan secara mendalam. Tak perlu pintar, tak perlu belajar, toh sang guru ‘nekat’ tadi masih dapat ‘berhasil’ dari trik pintarnya itu. “Saya memang bukan ahlinya, tapi selama masih bisa diakali, kenapa tidak?!! Daripada kita kehilangan uang tambahan” mungkin itu yang ada dalam benak sang guru nekat itu.
NB: kesimpulan saya di atas hanya sebatas ‘kenakalan’ pikiran saya yang kadang merasa putus asa meratapi nasib pendidikan bangsa ini yang semakin amburadul. Mungkin banyak orang berpendapat bahwa ramalan suku Maya tentang kiamat di tahun 2012 adalah salah, tapi jika menilik kondisi bangsa ini saat ini, kiamat itu sudah terjadi beberapa tahun yang lalu.
إذا وُسِدَ الأمر إلى غير أهله فانتظر الساعة
“Tatkala suatu urusan telah diberikan pada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat (kehancuran) itu” (H.R Bukhari)
Saya tidak mengatakan bahwa yang dilakukan guru tersebut adalah salah, tapi untuk mengambil perang yang sebenarnya tidak kita kuasai, menurut saya adalah sebuah tindakan gegabah. Internet pun bukan solusi terbaik, mengingat terdapat sekian banyaknya kemungkinan jawaban yang dapat ditemukan, maka lebih banyak jawaban yang menyesatkan daripada menyelesaikan. Dan yang paling penting, motifnya…

Post a Comment