Catatan malam Nishfu Sya’ban
Kotagede, 15 Sya’ban 1430 H

Malam ini, ketika doa-doa terpanjatkan diantara kantuk yang semakin menggantung dan menggelayut mata santri-santri itu. Ketika Yasin pun dilantunkan sampai ketiga kalinya. Dan hari ini, hari saat hidup kembali melanjutkan perannya untuk memandang nasib manusia-manusia yang letih.
Teringat waktu kecil dulu…Nishfu Sya’ban, langgar kecil kami sepi. Selalu begitu. Apalagi malam nishfu Sya’ban seperti waktu itu. Anak-anak yang biasa mengaji di sana, sudah menghambur. Entah kemana…. Karena kewajiban, ataukah kebutuhan, ataukan hanya sebuah kebiasaan, aku sempatkan untuk mengaji surah Yasin yang tiga kali itu. Yang pertama, agar kita diberikan panjang usia dalam kesibukan beribadah padaNya. Kedua, agar kita diberikan rizki yang barokah sebagai bekal beribadah. Dan yang ketiga, agar hati kita ditetapkan dalam iman kepada Allah Sang Maha Pencipta. Begitu yang diajarkan orang tuaku dulu.

Lalu ketika bacaan Yasin yang tiga kali itu sudah tertunaikan, seolah sudah purna kewajibanku, tugasku. Kemudian aku ikut berhambur bersama kawan-kawanku bermain oncor (obor) di sebelah selatan desa. Sembari melakukan ritual “perang” dengan anak-anak kampung sebelah. Maka ketika amunisi yang berupa petasan itu sudah di tangan, dimulailah perang petasan itu.
Di tengah gelapnya suasana persawahan yang telah selesai dipanen, dar-der-dor suara petasan menambah semangat jiwa liar kami yang terus memburu “kemenangan”. Kemenangan untuk melukai lawan kami. Tak ada dendam di hati, yang ada hanya kepuasan. Puas karena kebiasaan dan budaya lama itu masih terjaga, dan kami adalah penjaganya.
Mungkin kami belum sadar bahwa manusia mesti prihatin di malam itu; bahwa manusia mesti ndepe-ndepe pada Tuannya, yang sedang menyusun takdir bagi umatNya. Hanya Dia pulalah yang mampu menangkal berbagai balak yang sebenarnya Ia sendiri jua yang menaburkannya melalui salah satu makhlukNya yang tergolong cukup senior, bahkan untuk nenek moyang manusia. Iblis, yach…iblis. Makhluk itulah yang pada malam Nishfu Sya’ban seperti ini, beserta semua keturunannya seolah berpesta dan bersuka ria, menebar ancaman bagi musuh bebuyutannya, Adam dan anak cucunya.

Begitulah sepenggal kisah yang sebenarnya tak layak sebagai pengantar tidur, tapi jika hanya itu yang mengantarku tuk tertidur…Mari.

Post a Comment