Di tengah
pandemi Covid-19 yang belum jelas kapan akan berakhir, pemerintah akhirnya
memutuskan hanya akan membuka sekolah di kawasan zona hijau Covid-19 terlebih
dulu.
Pemerintah
memutuskan membuka kembali sekolah yang terletak di kabupaten/kota zona hijau
Covid-19. Sekolah yang diperbolehkan
menggelar pembelajaran tatap muka dimulai secara bertahap dari
pendidikan tingkat atas dan sederajat, lalu pendidikan menengah dan
sederajat, serta terakhir pendidikan
tingkat dasar dan sederajat.
"Kami
tidak mengubah kalender pendidikan. Tahun ajaran baru 2020/2021 akan dimulai
sekitar pertengahan Juli 2020," ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim dalam
konferensi pers virtual
"Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik
Baru di Masa Pandemi Covid-19" yang merupakan keputusan bersama empat
kementerian, yaitu Kemdikbud, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, dan
Kementerian Dalam Negeri, Senin (15/6/2020) sore di Jakarta.
Per 15 Juni
2020, sebanyak 94 persen peserta didik
tinggal di 429 kabupaten/kota yang masuk zona kuning, oranye, dan merah
Covid-19. Mereka tetap wajib mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ). Sementara
itu, 6 persen peserta didik yang
tinggal di 85 kabupaten/kota zona hijau
Covid-19 bisa mengikuti pembelajaran tatap muka.
Meski
demikian, Nadiem menegaskan ada empat syarat yang tidak bisa ditawar bagi
sekolah di zona hijau yang mau menggelar pembelajaran tatap muka. Syarat
pertama adalah sekolah berada di zona hijau. Kedua, pemerintah daerah dan kantor wilayah/ kantor
kementerian agama memberikan izin.
Ketiga,
satuan pendidikan sudah memenuhi semua daftar protokol kesehatan dan siap
melakukan pembelajaran tatap muka. Syarat keempat, orang tua/wali murid menyetujui anaknya
melakukan pembelajaran tatap muka di sekolah. Apabila salah satu dari empat
syarat itu tidak terpenuhi, maka peserta didik melanjutkan belajar dari rumah
secara penuh.
Mengikuti
status zona
Pembukaan
kembali sekolah diawali dari tahap I yaitu SMA, SMK, MAK, SMTK, SMAK, Paket C,
SMP, MTs, dan Paket B. Kemudian, tahap II meliputi SD, MI, Paket A, dan sekolah luar biasa.
Adapun, tahap III baru Pendidikan Anak
Usia Dini formal dan nonformal. "Bahkan, di zona hijau Covid-19 sekalipun
kami membuat rentang pembukaan kembali sekolah per jenjang. Pada saat suatu
kabupaten/kota zona hijau Covid-19 berubah status zonanya, misalnya menjadi
kuning, maka pembelajaran langsung kembali ke PJJ," kata Nadiem.
Dari sisi
waktu, waktu paling cepat untuk memenuhi kesiapan di jenjang SMA, SMP, dan
sederajat untuk fase transisi adalah
Juli 2020 dan fase normal baru September 2020. Sedangkan, kesiapan fase
transisi SD, MI, Paket A, dan sekolah luar biasa September 2020 dan fase normal baru November 2020. Sementara itu, fase transisi
jenjang Pendidikan Anak Usia Dini formal dan nonformal November 2020
serta fase normal baru Januari 2020.
Sebelum
membuka sekolah, kepala dan manajemen sekolah wajib melakukan pengisian daftar
periksa kesiapan sesuai protokol kesehatan dari Kementerian Kesehatan. Petunjuk
teknis persiapan disediakan oleh Kemdikbud.
Kepala
Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo menekankan, status zona
hijau Covid-19 akan sangat dinamis. Praktik baik protokol kesehatan amat
menentukan.
Dia
mengakui, pemerintah tidak bisa menyediakan tes Covid-19, seperti PCR ataupun
Rapid Test bagi seluruh peserta didik didik warga sekolah karena memakan biaya besar. Pemerintah hanya bisa
memfasilitasi sampel tes.
Kurikulum
belum dibenahi
Ketua
Komisi X Syaiful Huda mengapresiasi adanya panduan tersebut. Hanya saja,
panduan belum memuat bagaimana
kurikulum pendidikan beradaptasi dengan pandemi Covid-19.
"Guru
mengalami kerumitan menggelar PJJ sehingga pemerintah seharusnya membuat
panduan belajar-mengajar. Kurikulum harus diperbaiki menjadi kurikulum yang
adaptif terhadap situasi bencana," kata dia.
Kalangan
guru juga menilai keputusan bersama empat kementerian itu tidak menjawab masalah utama yang terjadi
selama tiga bulan pelaksanaan PJJ. Guru
berharap ada solusi konkret dari pemerintah untuk memperbaiki proses PJJ
mengingat 94 persen siswa masih akan menjalaninya.
“Mengapa
tidak memperbaiki proses pembelajaran di rumah dulu? Guru membutuhkan panduan
kurikulum di era pandemi, bukan kurikulum baru tetapi penyederhanaan kurikulum,
yang praktis dan aplikatif,” kata Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia
Unifah Rosyidi.
Wakil
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia Satriwan Salim menambahkan,
perlu ada format panduan untuk untuk melaksanakan kurikulum. "Panduan
penyelenggaraan pembelajaran belum menyentuh materi (pembelajaran),” ucapnya.
Demikian pula, Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia M Ramli Rahim menyayangkan tidak adanya agenda khusus bagaimana menyiapkan guru agar mampu menyelenggarakan PJJ secara menyenangkan dan berkualitas.
Posting Komentar