Polyglot adalah orang yang menguasai lebih dari 6 bahasa dengan lancar. Artinya, bukan sekadar tahu saja tapi juga bisa berbicara, menulis, dan memahami bahasa asing. Berbeda dengan multilinguals yang memahami lebih dari 1 bahasa karena terbiasa mendengar dari lingkungan, polyglot memang mendedikasikan waktunya untuk belajar bahasa asing. Banyak tokoh dunia yang dikenal sebagai seorang polyglot, diantaranya founder Facebook, Mark Zuckerberg.


Apakah otak polyglot berbeda dengan orang kebanyakan?

Salah satu tokoh polyglot paling tersohor adalah seorang diplomat Jerman bernama Emil Kerbs, yang setidaknya berbicara 65 bahasa hingga meninggal dunia pada tahun 1930an.Pada tahun 2004, para peneliti berkesempatan membedah otak Kerbs untuk tahu apakah struktur otaknya memang lebih unik dibandingkan dengan orang kebanyakan. Bagian otak yang bertanggung jawab dengan urusan bahasa disebut area Broca, dan tampak berbeda pada otak Kerbs.Meski demikian, para peneliti masih belum tahu apakah keunikan otak Kerbs ini telah ada sejak lahir atau menjadi unik karena bertahun-tahun belajar berbagai bahasa baru. Tentunya, aktivitas saraf otak polyglot berbeda dengan orang kebanyakan. Otak merupakan salah satu organ tubuh yang paling adaptif. Artinya, pada orang yang sering belajar hal baru berupa bahasa, maka aktivitas kognitifnya lebih terasah dibandingkan dengan mereka yang tidak.Pada tahun 2014, ada eksperimen yang membuktikan bahwa orang yang hanya bicara satu bahasa perlu bekerja keras untuk bisa fokus pada satu kata. Sementara bagi polyglot, otak mereka lebih efisien dalam memilah mana informasi penting dan tidak.

Tips belajar banyak bahasa

Terlepas dari keunikan cara kerja otak polyglot dan orang yang hanya menguasai 1 bahasa, bukan berarti polyglot adalah orang yang lebih pintar ketimbang yang lain. Hanya saja, ketertarikan untuk mengerti bahasa baru lebih besar sehingga lebih persisten dalam berlatih.Beberapa cara yang bisa dilakukan bagi yang ingin menjadi polyglot adalah:

1. Tidak segan mencoba

Bayangkan jika ada sekelompok orang yang sama-sama belajar bahasa asing di suatu kelas, polyglot bisa memproses informasi baru lebih cepat. Lagi-lagi bukan berarti mereka lebih pintar, tapi polyglot lebih berani mengekspresikan segala sesuatu dalam bahasa baru. Mereka tidak takut salah menyebut kata-kata baru karena yang lebih penting adalah mencoba mengucapkan bahasa itu secara langsung.

2. Tidak selalu lewat edukasi formal

Menurut ahli, polyglot tidak selalu menguasai bahasa baru lewat edukasi formal seperti pembelajaran di kelas. Bahkan, mereka lebih bisa mengingat kosa kata dan struktur bahasa baru lewat membaca buku, mendengarkan lagu, menonton film, dan media lainnya dalam bahasa asing.

3. Pantang menyerah

Wajar jika seseorang bisa merasa bingung saat belajar bahasa baru, bahkan memutuskan untuk menyerah. Utamanya, jika bahasa baru ini jauh berbeda dari bahasa ibunya baik dari segi pelafalan maupun tulisan. Namun polyglot tidak mudah menyerah. Jika kesulitan, mereka mencari metode lain yang lebih efektif.

4. Cari kebiasaan produktif

Jangan jadikan misi menjadi seorang polyglot sebagai keharusan atau bahkan tuntutan. Justru, jadikan hal ini sebagai bagian dari rutinitas yang menyenangkan. Contohnya bagi orang yang ingin belajar bahasa Spanyol, manfaatkan waktu 45 menit perjalanan ke kantor untuk mendengarkan podcast bahasa asing.

5. Banyak mendengar

Anak-anak bisa menyerap bahasa baru dengan begitu cepat dan adaptif, meski tidak diajarkan di sekolah formal sekalipun. Hal ini terjadi karena mereka terbiasa mendengar bahasa baru saat menjalani aktivitas sehari-hari. Manfaatkan hal ini dengan membiasakan telinga mendengar bahasa baru.

6. Tak ada kata terlambat

Otak dapat memproses informasi sekompleks apapun dalam berbagai bentuk, termasuk ketika berhubungan dengan bahasa baru. Hal ini berlaku baik bagi anak-anak hingga lansia sekalipun. Artinya, tak ada kata terlambat untuk belajar bahasa baru meski usia tak lagi muda.

7. Temukan komunitas atau partner

Ketika sudah menemukan ketertarikan belajar bahasa baru, tak usah segan mempraktikannya dengan orang lain. Enyahkan jauh-jauh rasa malu salah mengucap kata atau bahkan lawan bicara sulit memahami apa yang dikatakan. Itu wajar.Oleh karena itu, latih dengan berdialog langsung dengan komunitas polyglot atau lawan bicara, sebisa mungkin yang sudah paham bahasa asing yang tengah dipelajari.

8. Temukan keterkaitan satu sama lain

Saat belajar bahasa asing, sebenarnya Anda sudah mengetahui beberapa kata dasar tanpa sadar.Contohnya seperti kata “anak”, “sakit”, atau “mahal” dalam bahasa Indonesia, memiliki arti yang sama di bahasa Malaysia dan bahasa Tagalog yang digunakan di Filipina. Kata “telat” (“terlambat” dalam Bahasa Indonesia) dan “tante” (alias bibi, bahasa Indonesia) juga memiliki arti yang sama dengan “te laat” dan “tante” dalam bahasa Belanda.Bahasa yang digunakan di negara-negara Eropa seperti Prancis, Spanyol, Portugal, Italia, dan lainnya, dan juga beberapa kosakata di Jepang dan Korea, memiliki banyak persamaan kata dengan bahasa Inggris yang menunjukkan bahwa mereka memiliki etimologi yang sama. Seperti:

  • Arm (lengan)

Prancis: le brasItalia: il braccioSpanyol: el brazo

  • Fever (demam)

Prancis: la fièvreItalia: la febbreSpanyol: la fiebre

  • Tongue (lidah)

Prancis: la langueItalia: la linguaSpanyol: la lenguaSelain itu,kata “action”, “nation”, “precipitation”, “solution”, “frustration”, “tradition”, “communication”, “extinction”, dan kata-kata dalam bahasa Inggris lainnya yang berakhiran -tion dieja sama persis dalam bahasa Prancis (meskipun dengan pengucapan yang berbeda). Anda tinggal mengubah “-tion” dengan “-ción” (Spanyol), “-zione” (Itali), atau “-ção” (Portugis).

9. Adaptasi sekitar

Apabila ingin lebih terbiasa dengan bahasa baru, tak usah ragu membuat lingkungan yang mendukung. Contohnya dengan mengganti pengaturan bahasa di ponsel menjadi bahasa asing yang tengah dipelajari. Cari cara paling kreatif pada benda-benda yang sering diakses.Ada penelitian yang menyebutkan bahwa dengan mempelajari hal baru, maka seseorang akan terhindar dari Alzheimer atau demensiaJadi, belajar bahasa baru juga merupakan cara menjaga kesehatan otak agar tetap prima meski usia menua.

1 Komentar

  1. sebagai seseorang yang sedang belajar bahasa mandarin, yang memiliki nada, saya setuju kalau takut salah mengucapkan harus dihilangkan, karena dengan takut itu justru membuat kita tidak akan percaya diri dalam melafalkan.

    BalasHapus

Posting Komentar