Hari pertama
Ini tahun kedua saya menjadi pengawas ruang Ujian Nasional. Tahun ini saya bertugas di sekolah yang berbeda dari tahun lalu. Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain pula ikannya. Mungkin ungkapan itu tepat jika menilik kondisi sekolah tahun ini dengan sekolah yang tahun lalu. Bagaimana tidak, perbedaan memang mencolok meskipun masih dalam kecamatan yang sama. Sekolah tempat saya bertugas tahun lalu adalah sebuah sekolah negeri yang lumayan favorit dengan jumlah ruang Ujian Nasional sebanyak sepuluh ruang kala itu. Sedangkan tahun ini, saya bertugas di sebuah madrasah swasta pinggiran dengan hanya dua ruang ujian, itupun hanya sepuluh anak di ruang kedua. Perbedaan kondisi ini juga berimbas pada pelaksanaan ujian nasional, mulai dari teknis ruangan sampai hal-hal administratif lainnya. Pengalaman ini membuat saya semakin tersadar bahwa ketimpangan masih dihadapi oleh pendidikan kita, dan masih banyak satuan pendidikan yang termarjinalisasi (semoga saja bukan akibat sistem).
Kembali pada masalah Ujian Nasional, tahun ini berbeda dibanding ujian Nasional tahun kemarin. Di tahun ini jumlah paket soal sebanyak 20 paket soal dalam satu ruang. Itu artinya tidak ada siswa dalam satu ruangan yang mengerjakan soal yang sama. Harapannya, potensi untuk berbuat kecurangan dengan meminta jawaban pada teman lain akan teratasi. Sebagai pengawas hal ini mungkin meringankan kerja saya. Jadi saya tidak perlu “terlalu” waspada dalam mengawasi.
Perbedaan kedua adalah lembar jawab yang menempel jadi satu dengan salah satu halaman soal. Setiap siswa harus memisahkan lembar jawab itu dengan menyobek dan memisahkannya dari lembar soal. Kesulitan dan rasa khawatir akan rusaknya lembar jawab saat memisahkan lembar jawab dan soal, telah membayangi guru jauh hari sebelum ujian nasional dimulai. Entah atas dasar apa kebijakan ini diambil. Mungkin masih ada kaitannya dengan perbedaan ketiga, yaitu soal tahun ini sudah tidak lagi memakai kode, tapi memakai barcode. Setiap paket soal hanya bisa dikerjakan dengan lembar jawab pasangannya. Ah…entah apa tujuannya. Yang jelas, kami sebagai pelaksana lapangan merasakan lebih ribetnya ujian nasional tahun ini dibanding tahun lalu.
Meski sebelum pelaksanaan UN SMP kami telah dibayangi kekhawatiran terjadinya kesemrawutan pelaksanaan UN sebagaimana terjadi di tingkat SMA, tapi alhamdulillah hari ini dapat kami lalui dengan lancar. Tugas yang saya emban sebagai pengawas ruang Ujian Nasional pun dapat saya laksanakan dengan cukup baik. Tak ada masalah berarti.
Hari kedua
Hari ini saya bertugas mengawas di ruang yang berbeda dengan hari pertama. Jumlah peserta UN di ruang itu lebih banyak dibanding hari kemarin. Hari ini saya menjumpai beberapa peserta UN yang grogi, takut (atau apalah itu namanya) ketika mereka dipersilahkan untuk memisahkan LJUN dari lembar soal. Mungkin saking khawatirnya LJUN itu akan rusak saat mereka memisahkannya dari lembar soal. Di sinilah pengawas bertugas untuk membantu mereka memisahkan LJUN dari lembar soal.
Hari ketiga
Mata pelajaran Matematika menjadi materi hari ini. Mungkin karena telah terbiasa dengan Ujian Nasional dua hari sebelumnya, para peserta UN nampak lebih tenang dan santai. Itu artinya mereka dapat mengerjakan soal-soal UN tanpa merasa tertekan oleh hal-hal teknis diluar mereka. Kami pun lega.

Hari keempat
Hari terakhir UN. Harapan kami masih sama, UN hari ini akan berjalan lancar dan tertib.
Alhamdulillah harapan kami terwujud. Tidak ada problem yang terjadi pada hari itu. Setelah keluar ruangan ujian, anak-anak pun bersorak. Nampak kelegaan di wajah mereka. Segera mereka disambut oleh salah seorang guru mereka yang kemudian mengajak mereka untuk melaksanakan sujud syukur. Ya…sujud syukur. Diantara sekian kekhawatiran; sekian indikasi kecurangan; dan sekian problematika pelaksanaan UN yang terjadi di tingkatan sekolah di atas mereka, semua tidak mereka alami. UN SMP berjalan dengan lancar, tertib, dan yang paling utama, mereka berlaku JUJUR. Alhamdulillah

Post a Comment