A. PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara majemuk hal ini dapat dilihat
baik dari kondisi sosial-kultural maupungeografis yang beragam, bagaimana
tidak, Indonesia memiliki 13.000 pulau , jumlah penduduknya pun lebih dari 230
juta jiwa. Selain itu Indonesia mempunyai lebih dari 300 suku bangsa dan 200
bahasa yang berbeda. Warga Indonesia juga menganut agama dan kepercayaan yang
beragam, seperti Islam , Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu serta
berbagai aliran kepercayaan.[1]
Keberagaman yang ada pada satu bangsa disatu sisi
merupakan suatu khasanah yang perlu dijaga dan dipelihara untuk memberikan
dinamika bangsa, namun disisi lain bisa menjadi titik pangkal munculnya konflik
bagi masyarakat Indonesia. Dalam realitasnya bangsa Indonesia memang belum
mampu untuk memanage kemajemukan dengan baik. Sehingga konflik dan tindakan
kekerasan (violence) seringkali terjadi di lingkungan masyarakat Indonesia.
Keragaman menjadikan Indonesia bangsa yang rawan akan
terjadinya konflik. Konflik yang terjadi tentunya memberikan dampak yang buruk
dalam berbagai sendi kehidupan. Sebab dengan adanya konflik yang muncul karena
adanya perbedaan nyatanya telah merenggut banyak korban baik harta maupun nyawa
yang mengakibatkan pencampaan nilai-nilai kemanusiaan.
Untuk meminimalisasi masalah tersebut salah satunya
dengan pendidikan. Pendidikan digunakan untuk mengenalkan keberagaman agama,
etnik, bahasa, dan budaya di negeri ini. Pendidikan bukan hanya transfer
knowledge saja saja, tetapi juga transfer of values.
Untuk menanamkan pluralisme perlu kesadaran
multikultural. Kesadaran multikultural adalah kesadaran nilai-nilai multikulturalisme.
Multikulturalisme mempunyai peran yang signifikan dalam mewujudkan perdamaian
karena meniscayakan tidaak adanya dominasi mayoritas terhadap minoritas.semua
tumbuh bersama dan mempunyai peluang yang sama untuk mencapai kesuksesan.
Masing-masing budaya memiliki kesempatan yang sama untuk menampakkan
eksistensinya tanpa diskriminasi.[2]
B.
BIOGRAFI
ZAKIYUDDIN BAIDHAWY
Zakiyuddin Baidhawy lahir di Indramayu, 21 Mei 1972.
Menyelesaikan studi S-1 pada Fakultas Agama Islam (Perbandingan Agama)
Universitas Muhammadiyah Surakarta (1994). Pernah nyantri di Pondok Hajjah
Nuriyah Shabran (1990-1994). Studi S-2 pada Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta (1999). Studi S-2 di universitas yang sama. Peneliti pada Pusat
Budaya dan Perubahan Sosial UMS. Aktif menulis di media masa dan jurnal ilmiah.
Karya-karya yang sudah diterbitkan antara lain: Etika dalam Islam (terjemahan,
1996);Wacana Teologi Feminis (editor, 1997); Menapak Jalan Revolusi (terjemahan,
2000); Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Agama (terjemahan, 2001); Dialog
Global dan Masa Depan Agama (2001); Agama dan Pluralitas Budaya Lokal (editor,
2002); Ambivalensi Agama, Konflik dan Nirkekerasan (2002); Reinvensi Islam
Multikultural (editor, 2002); Reinvensi Islam Multikultural (editor, 2005);
Presidium jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah.
C. REVIEW BUKU PENDIDIKAN AGAMA BERWAWASAN MULTIKULTURAL
1.
Definisi
Multikulturalisme
Multikulturalisme menurut Azyumardi Azra (Guru Besar
Sejarah dan Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta) secara sederhana dapat
dipahami sebagai pengakuan, bahwa semua negara atau masyarakat adalah beragam
dan majemuk. multikulturalisme dapat pula dipahami sebagai “kepercayaan” kepada
normalitas dan penerimaan keberagaman.
Zakiyuuddin Baidhawy memandang masalah multikultural dari
berbagai aspek, diantaranya, multikulturalisme dari ideologi dan realitas,
multikulturalisme sebagai imperatif peradaban, dan multikulturalisme dari segi
pendidikan.
Dari segi ideologi dan realitas, multikulturalisme adalah
istilah yang samar. Di satu sisi ada keinginan untuk mengatakan bahwa kebudayaan-kebudayaan
lain adalah baik. Tapi di sisi lain ada pula keinginan untuk mengisolasi
kebudayaan-kebudayaan lain dalam penilain negatif kita.
Ada dua pandangan terhadap multikulturalisme yaitu
multikulturalisme sebagai agenda politik yang jahat dan multikulturalisme
sebagai maksud yang baik. Dua pandangan ini memperlihatkan bahwa makna, respon,
dan kritik atas multiklturalisme adalah
bergantung pada perspektif individu. Pertentangan pandangan ini muncul karena
multikulturalisme dilihat sebagai idologi dari pada kenyataan pluralitas
kultural di masyarakat.
Realitasnya masyarakat multikultural adalah sebuah fakta,
fakta semakin bercampur baurnya penduduk dunia yang mampu memberikan tekanan
pada sistem pemerintahan, pendidikan, dan ekonaomi yang telah mapan untuk
berubah.
2. Pendekatan Multikultural dalam Pendidikan Agama: Urgensi
dan Signifikansi
Kekayaan akan keanekaragaman ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi
kekayaan ini merupakan khasanah yang patut dipelihara dan memberikan nuansa dan dinamika bagi
bangsa, dan dapat pula merupakan titik pangkal perselisihan.
Faktor kepentingan internasional merupakan faktor dominan
dalam munculnya gejolak di berbagai negara, di antaranya keberadaan blok
Barat-Timur. Yang berakibat pada banyak konflik dan krisis pada banyak elit
politik .
Otonomi daerah yang tak terkendali telah melahirkan
raja-raja kecil. Perbedaan kelompok-kelompok keagamaan, etnik, dan kelompok
soio-kultural semakin meningkat. Munculnya suatu paradokk dari latar belakang
budaya atau status ekonomi.
Pengalaman Indonesia cukup menunjukkan
kegagalan sisterm pendidikan dalam rangka mengatasi dan mengelola ragam budaya,
etnik dan kultural. Pendidikan agama hanya bersifat permukaan. Istilah kerkunan
hanya sebatas indoktrinasi.
Perubahan
paradigma dalam pendidikan diyakini sebagai satu keharusan dalam rangka
mewujudkan keutuhan bangsa dan pendidikan multikultural hadir sebagai jawaban.
3. Perspektif Islam untuk Basis Teologi Multikulturalis
Islam seyogyanya muncul sebagai agama universal dengan
menyebarkan wacana dan gerakan perdamaian. Islam perlu menjadi pemimpin utama
arus perubahan dunia menuju perdamaian sejati. Senada dengan tujuan dari
multikulturalis Islam mempunyai keharusan untuk membebaskan manusia dari
belenggu kebodohan, kemiskinanan, keterbelkangan dan kezoliman dengan;
1)
Mempersatukan
umat dengan bigron masing-masing yang berbeda
2)
Menebar
rasa sling percaya dan menghindari prasangka buruk pada kelompok lain.
3)
Menanamkan
rasa solidaritas dan pengorbanan.
4)
Menghindari
kekerasan dan menyebarkan kedamaian.
5)
Mendorong
rasa untuk saling memaafkan
4. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural: Karakteristik
dan Asumsi
Pendidikan agama berwawasan multikultural mengusung
pendekatan dialogis untuk menanamkan kesadaran hidup bersama dalam keberagaman
dan perbedaan. Perlu adanya kurikulum tersendiri tentang pendidikan multikultural
komprehensif. Multikulturalisme diarahkan untuk menerima dan menghargai
keregamaan. Pendidikan multikultural juga disebut dengan istilah “education for
mutual understanding” yakni sebagai cara belajar untuk hidup dalam perbedaan.
Karakteristik utama pendidikan multikultural ;
1) Belajar hidup dalam perbedaan
2) Membangun saling percaya
3) Memelihara saling pengertian
4) Menjunjung sikap saling menghargai
5) Terbuka dalam berfikir
6) Apresiasi dan interpendensi
7) Resolusi konflik dan rekonsiliasi nirkekerasan
5.
Orientasi
dan Transformasi dalam Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural
Pengembangan pendidikan agama multikultural dapat
dilakukan dalam tiga hal: ranah muatan kurikulum, silabi, referensi dan materi
pembelajaran; ranah cara pembelajaran, yang berorientasi pada keberagaman
siswa; dan ranah pembelajaran lingkungan sekolah atau siswa.
D.
METODE
PENELITIAN BUKU PENDIDIKAN AGAMA BERWAWASAN MULTIKULTURAL
1.
Latar
Belakang Masalah
1) Fakta semakin bercampur baurnya pebduduk dunia yang mampu
memberikan tekanan pada sistem pemerintah, pendidikan dan ekonomi.
2) Indonesia yang terdiri dari sejumlah besar kelompok
etnis, budaya dan agama
3) Dominasi kaum mayoritas terhadap kaum minoritas
4) Merebaknya berbagai macam konflik yang melibatkan isu
SARA.
5) Keberadaan budaya daerah tertentu yang menjadi pusat
sedang yang lain menjadi budaya pinggiran.
6) Kebijakan pemerintah dalam rangka menyikapi perbedaan
2.
Signifikansi
Penelitian
1) Pendidikan multikultural untuk meredam konflik yang
muncul karena perbedaan.
2) Perspektif agama akan pendidikan multikultural
3)
Peran
pemerintah dalam merealisasikan pendidikan multikultural.
3.
Tujuan
dan Manfaat Penelitian
1) Tujuan
a. Memahami sosio-politis bangsa Indonesia
b. Mencari sisi kebijakan kultural yang bisa disajikan lewat
pendidikan agama
c. Memodifikasi Pendidikan Agama yang selama ini terkesan
indoktriner dan bahkan dogmatik
d. Memahami reaksi masyarakat dalam menghadapi keberagaman
dan perbedaan
e. Menemukan konsep dalam pendidikan dalam rangka
menghindari konflik karena perbedaan
4.
Manfaat
a. Teoritik; menambah pengetahuan tentang multikulturalisme.
b. Praktis; mengetahui bagaimana dunia pendidikan berperan
dalam meredam konflik yang muncul karena adanya perbedaan demi mempersatukan
bangsa.
5.
Metode
;
a. Merupakan penelitian pustaka, data dikumpulkan dari
buku-buku yang terkait, tesis tentang pendidikan multikultural dan ayat-ayat
Al-Qur’an yang terkait.
b. Penelitian berporos pada pendekatan historis, politik dan
sosial.
a. Memadukan konsep pendidikan multikultural dengan
ayat-ayat al-Qur’an
b. Menarik dari masalah internasional ke masalah nasional
bangsa Indonesia
E.
PENUTUP
Gagasan zakiyuddin Baidhawi tentang pendidikan agama
berwawasan multikultural merupakan gagasan yang menarik dan signifikan bagi
bangsa indonesia. Namun tidak mudah untuk mengimplementasikannya, karena masih
banyak warga negara Indonesia masih berfikir dan bersikap eksklusif termasuk guru
pendidikan agamanya. Praktek pendidikan agama berwawasan multikultural tidak
mungkin bisa berjalan efektif apabila tidak mendapatkan dukungan dari semua
pihak, terutama pemerintah.
[1]
M. Ainul Yaqin, Pendidikan
Multikultural, Yogyakarta,Pilar Media, 2005,4
[2]
Khoirul Mahfud, Pendidikan
Multikultural, Yoyakarta, Pustaka Pelajar, 2006,5
Posting Komentar