I.
Latar Belakang Masalah
Sekarang ini, pemerintah sedang menerapkan konsep pendidikan
karakter di sekolah-sekolah. Diyakini bahwa pendidikan karakter bukanlah sebuah
hal baru dalam sejarah pendidikandi Indonesia. Konsep pendidikan karakter
justru sudah ada jauh sebelum negara ini berdiri. Bapak Pendidikan Indonesia,
Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan merupakan upaya menumbuhkan budi
pekerti (karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak.[1]
Ketiganya tidak boleh dipisahkan, agar anak dapat tumbuh dengan sempurna. Jadi
menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan karakter merupakan bagian penting yang
tidak boleh dipisahkan dalam isi pendidikan kita. Pondok-pondok pesantren yang
sudah ada sebelum era modern juga sudah menerapkan konsep pendidikan karakter,
meskipun mereka tidak pernah melabeli konsep pendidikan mereka dengan
pendidikan karakter.
Karakter dikembangkan melalui tahap
pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada
pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu
mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih (menjadi
kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah
emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian diperlukan tiga komponen karakter
yang baik (components of good character)
yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling atau perasaan (penguatan
emosi) tentang moral, dan moral
action atau perbuatan bermoral.
Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau warga sekolah lain yang terlibat
dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan,
menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai kebajikan (moral).
Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya
adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik (insan kamil). Tumbuh dan
berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan
kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan
melakukan segalanya dengan benar dan memiliki tujuan hidup. Masyarakat juga
berperan membentuk karakter anak melalui orang tua dan lingkungannya.
Salah satu hal yang turut serta membentuk karakter peserta didik
adalah dunia internet. Menurut penelitian yang dilakukan oleh UNICEF,
diungkapkan bahwa pengguna internet di Indonesia yang berasal
dari kalangan anak-anak dan remaja diprediksi mencapai 30 juta.[2] Studi ini menelusuri aktivitas online dari sampel anak dan remaja yang melibatkan
400 responden berusia 10 sampai 19 tahun di seluruh Indonesia dan mewakili
wilayah perkotaan dan pedesaan. Hasilnya, sebanyak 98 persen dari anak dan
remaja mengaku tahu tentang internet dan 79,5 persen di antaranya adalah
pengguna internet.Dalam penelitian ini terlihat ada sekitar 20 persen responden
yang tidak menggunakan internet. Alasan utamanya, mereka tidak memiliki
perangkat atau infrastruktur untuk mengakses internet atau mereka dilarang oleh
orang tua untuk mengakses internet.
Padahal, ada tiga motivasi bagi anak dan
remaja untuk mengakses internet, yaitu untuk mencari informasi, untuk terhubung
dengan teman (lama dan baru) dan untuk hiburan. Pencarian informasi yang
dilakukan sering didorong oleh tugas-tugas sekolah, sedangkan penggunaan media
sosial dan konten hiburan didorong oleh kebutuhan pribadi.
Diantara ketiga jenis motivasi dalam penggunaan internet, agaknya
motivasi kedua dan ketiga lah yang lebih dominan. Ketika penulis menanyai
peserta didik di sekolah, hampir seluruh peserta didik memiliki akun facebook.
Namun tidak hanya facebook, banyak sekali jenis media sosial yang dimanfaatkan
oleh anak. Bahkan media sosial sudah menjadi semacam kebutuhan, kebutuhan untuk
mengaktualisasi diri. Hal ini mengindikasikan betapa besarnya peran media
sosial dalam kehidupan anak sekarang ini. Oleh karena itu sudah semestinya
pendidikan juga turut serta mengupayakan
penanaman karakter melalui media sosial. Harapannya agar peserta didik dapat
mengikuti proses pendidikan karakter tersebut, bahkan ketika mereka sedang
tidak berada di sekolah.
II.
Pengertian Media Sosial, Jenis dan
Karakteristiknya
Media
sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan
mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring
sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog,
jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum
digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.
Menurut Andreas Kaplan dan Michael Haenlein, mendefinisikan media sosial sebagai sebuah
kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan
teknologi Web 2.0, dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran “user-generated
content”.
Media sosial mempunyai ciri - ciri sebagai berikut:[3]
·
Pesan yang di
sampaikan tidak hanya untuk satu orang saja namun bisa keberbagai banyak orang
contohnya pesan melalui SMS ataupun internet
·
Pesan yang di
sampaikan bebas, tanpa harus melalui suatu Gatekeeper
·
Pesan yang di
sampaikan cenderung lebih cepat di banding media lainnya
·
Penerima pesan
yang menentukan waktu interaksi
Sementara itu, menurut Kaplan terdapat enam jenis media sosial,
yaitu:
1) Proyek kolaborasi (collaborative
project)
Suatu media sosial yang dapat membuat konten dan dalam
pembuatannya dapat diakses oleh khalayak secara global. Ada dua sub
kategori yang termasuk ke dalam collaborative project dalam
media sosial, yakni :
a. Wiki
Wiki adalah situs yang memungkinkan penggunanya untuk menambahkan,
menghapus, dan mengubah konten berbasis teks. Contoh : Wikipedia, Wiki Ubuntu-ID, wakakapedia, dll
b. Aplikasi Bookmark Sosial
Aplikasi bookmark sosial, yang dimana memungkinkan adanya
pengumpulan berbasis kelompok dan rating dari link internet atau konten media. Contoh
:
· Social
Bookmark : Del.icio.us, StumbleUpon, Digg,
Reddit, Technorati, Lintas Berita, Infogue
· Writing : cerpenista, kemudian.com
·
Reviews : Amazon, GoodReads, Yelp
2) Blog dan microblog (blogs
and microblogs)
Blog dan mikroblog merupakan aplikasi yang dapat
membantu penggunanya untuk tetap posting mengenai pernyataan apapun
sampai seseorang mengerti. Blog sendiri ialah sebuah website
yang menyampaikan mengenai penulis atau kelompok penulis baik itu sebuah opini,
pengalaman, atau kegiatan sehari-hari. Contoh :
·
Microblog : Twitter, Tumblr,
Posterous, Koprol, Plurk
·
Forum : Kaskus,
Warez-bb, indowebster.web.id, forumdetik
3) Konten (Content)
Content communities atau konten masyarakat merupakan
sebuah aplikasi yang bertujuan untuk saling berbagi dengan seseorang baik
itu secara jarak jauh maupun dekat, berbagi seperti video, ebook, gambar,
dan lain – lain. Contoh :
· Image
and Photo Sharing : Flickr,
Photobucket, DeviantArt, dll
· Audio
and Music Sharing : Imeem, Last.fm, sharemusic, multiply
·
Design : Threadless, GantiBaju, KDRI
(Kementerian Desain Republik Indonesia).
4) Situs jejaring sosial (Social
networking sites)
Jenis
media sosial berupa jejaring sosial ini adalah jenis yang paling banyak dipakai
oleh pengguna internet di seluruh dunia. Situs jejaring sosial merupakan situs yang dapat
membantu seseorang untuk membuat sebuah profil dan kemudian dapat
menghubungkan dengan pengguna lainnya. Situs jejaring sosial adalah aplikasi
yang memungkinkan pengguna untuk terhubung menggunakan profil pribadi atau akun
pribadinya.
5) Virtual game world
Dalam dunia virtual, media mengreplikasikan lingkungan 3D, dimana pengguna bisa muncul dalam bentuk avatar – avatar yang diinginkan
serta berinteraksi dengan orang lain selayaknya di dunia nyata, contohnya adalah berbagai bentuk game online.
6) Virtual social world
Virtual social worlds merupakan aplikasi yang
mensimulasikan kehidupan nyata melalui internet. Virtual
social worlds adalah situs yang memungkinkan pengguna untuk
berinteraksi dalam platform tiga dimensi dengan menggunakan avatar yang
mirip dengan kehidupan nyata.
Diantara sekian banyak media sosial
yang ada, Facebook menduduki peringkat teratas dengan pengguna terbanyak di
dunia, begitu pula di Indonesia. August E. Grant sebagaimana disebutkan di
wikipedia menampilkan lima media sosial dengan pengguna terbanyak pada Mei
2010. Kelima media tersebut adalah; Facebook dengan 250 juta anggota; MySpace
dengan 112 juta anggota; Twitter dengan 80,5 juta anggota; LinkedIn dengan 50
juta anggota; dan Ning dengan 42 juta anggota.[4]
Jumlah ini pasti meningkat sekarang ini.
III.
Penggunaan Media Sosial dalam Pendidikan
Sebelum lebih lanjut membahas
tentang penggunaan media sosial dalam pendidikan, kiranya perlu penulis
kemukakan di sini tentang sebuah program genuine penerapan karakter yang
dilaksanakan di SD Al Hikmah Surabaya. Program ini disebut dengan Subuh Call.
Sekitar pukul 04.00 sebelum azan Subuh berkumandang, wali kelas
membangunkan siswanya dengan menelepon untuk bangun dan bergegas mendirikan
sholat Shubuh. Program ini juga melibatkan siswa untuk bertelepon secara
berantai sehingga seluruh siswa bertelepon untuk bangun sholat Shubuh.[5]
Program ini menunjukkan penggunaan teknologi berupa telepon dalam penanaman
kedisiplinan menjalankan sholat Shubuh. Meskipun ini adalah program sekolah,
tapi pelaksanaannya pada saat siswa berada di rumah (bukan di sekolah).
Penggunaan media dalam pendidikan
adalah sebuah keniscayaan, tak terkecuali media sosial. Mengingat begitu besar
potensi media sosial dalam memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat
(termasuk peserta didik), maka sangat disayangkan jika potensi tersebut tidak
dimanfaatkan oleh para praktisi pendidikan dengan semaksimal mungkin.
Penggunaan media sosial sebagai
media pendidikan dapat melalui dua cara, yaitu:
1.
Mempergunakan media yang telah ada
Penggunaan media sosial yang telah ada dapat
menjadi jalan termudah bagi praktisi pendidikan dalam memanfaatkan media
sosial. Misalnya, penggunaan facebook sebagai akun dalam penyebaran
informasi/tugas peserta didik. Peserta didik juga dapat diminta mengumpulkan
tugas melalui postingan pada akun facebook. Jika biasanya peserta didik diminta
untuk mengisikan Buku Kegiatan Ramadhan dan mengumpulkannya secara manual ke
sekolah, maka hal itu dapat diganti dengan upload bukti kegiatan di
bulan Ramadhan (berupa foto atau lainnya) beserta rincian kegiatannya pada satu
akun/grup facebook yang disepakati.
2.
Membuat media tersendiri
Pembuatan media tersendiri sebagai wadah
pendidikan memang patut diapresiasi, karena selain membutuhkan biaya yang
lebih, pembuatan media sosial tersendiri juga membutuhkan pemikiran yang lebih
dalam. Namun pembuatan media sosial tersendiri juga memiliki kelebihan,
diantaranya adalah praktisi pendidikan dapat merancang fitur-fitur yang
dikehendaki dan disesuaikan dengan program pendidikan yang akan diterapkan.
Selain itu, pembuatan media sosial tersendiri juga dapat meminimalisir hal yang
kurang efektif dalam pendidikan, misalnya iklan dan informasi yang belum layak
untuk dikonsumsi peserta didik.
IV.
Penutup
Penulis sadar, catatan (makalah)
ini masih jauh dari final. Satu hal yang penulis yakini bahwa potensi media
sosial sebagai media pendidikan sangatlah besar. Selanjutnya penulis berencana
untuk merancang sebuah media sosial yang dapat dimanfaatkan sebagai media
pendidikan agama Islam. Hanya saja, rencana itu belum dapat penulis sampaikan
pada makalah kali ini dikarenakan belum matangnya perencanaan atas ide
tersebut. Sekian.
DAFTAR PUSTAKA
Samani, Muchlas & Hariyanto, Konsep
dan Model Pendidikan Karakter,Bandung:Remaja Rosdakarya, 2011.
Kompas,com
Wikipedia,co.id
[1] Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep dan
Model Pendidikan Karakter,Bandung:Remaja Rosdakarya, 2011, vii.
[5] Kisah tentang program ini penulis baca dalam Konsep
dan Model Pendidikan Karakter Lihat Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep
dan Model Pendidikan Karakter, Bandung:Remaja Rosdakarya, 2011, 230-231.
Posting Komentar