Infrastruktur memudahkan perjalanan kita. Jalan tol, misalnya, dibangun
guna meningkatkan mobilitas. Harapannya lalu lintas kendaraan akan lebih lancar
dan efisien jika melewati jalan itu. Suatu ketika, karena bermaksud jalan-jalan
dan rekreasi ke suatu tempat wisata, ada yang memilih tidak melalui jalan tol,
tapi mampir dulu. Hal ini menyebabkan jarak tempuh menjadi lebih jauh. Rupanya
setelah mengukur jarak tempuh perjalanan, diketahui bahwa perjalanan melalui
tol jaraknya belum mencapai dibolehkannya qashar shalat. Tapi jika tidak
melewati jalan tol, jaraknya menjadi lebih jauh hingga mencapai jarak boleh
qashar shalat. Maka timbul pertanyaan: apakah tujuan berwisata memperbolehkan
rukhshah shalat berupa jama’ maupun qashar?
Apakah Boleh Sholat Jamak/Qashar Karena Berwisata? |
Satu hal yang penting dalam
persyaratan perjalanan yang membolehkan jama’ dan qashat shalat adalah suatu
perjalanan yang memiliki tujuan jelas. Syekh Ibnu Hajar al Haitami dalam Fatâwâ
al-Fiqhiyyah al-Kubrâ menyebutkan bahwa jalan-jalan, rekreasi, merupakan tujuan
yang dibolehkan dalam syariat Islam. بِأَنَّ التَّنَزُّهَ غَرَضٌ صَحِيحٌ يُقْصَدُ
فِي الْعَادَةِ لِلتَّدَاوِي وَنَحْوِهِ كَإِزَالَةِ الْعُفُونَاتِ النَّفْسِيَّةِ
وَاعْتِدَالِ الْمِزَاجِ وَغَيْرِ ذَلِكَ. Bahwa tanazzuh (rekreasi) adalah
tujuan yang sah yang dibolehkan secara lumrah untuk pengobatan diri, seperti
dengan tujuan menghilangkan kesumpekan, meningkatkan semangat, dan lain
sebagainya.
Namun ada beberapa catatan. Jika tujuannya hanya ingin
berputar-putar di kota tanpa maksud yang jelas, sehingga berimbas pada
pemborosan dan membuang waktu, maka Ibnu Hajar memberikan komentar untuk
kiranya tidak melakukan qashar. Selain itu, sebisa mungkin dalam wisata itu
menjauhi hal-hal yang terindikasi untuk maksiat. Kemudian bagaimana jika
seseorang memilih menempuh jalan yang lebih jauh untuk tujuan wisata? Imam an
Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab memberikan komentar terkait
ini: وَإِنْ بَلَغَ أَحَدُ طَرِيقَيْهِ مَسَافَةَ الْقَصْرِ وَنَقَصَ الآخر عنها فان
سلك الابعد لغرض من الطَّرِيقِ أَوْ سُهُولَتِهِ أَوْ كَثْرَةِ الْمَاءِ أَوْ الْمَرْعَى
أَوْ زِيَارَةٍ أَوْ عِيَادَةٍ أَوْ بَيْعِ مَتَاعٍ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ مِنْ الْمَقَاصِدِ
الْمَطْلُوبَةِ دِينًا أَوْ دُنْيَا فَلَهُ التَّرَخُّصُ بِالْقَصْرِ وَغَيْرِهِ مِنْ
رُخَصِ السَّفَرِ بِلَا خِلَافٍ وَلَوْ قَصَدَ التَّنَزُّهَ فَهُوَ غَرَضٌ مَقْصُودٌ
فَيَتَرَخَّصُ “Jika ada dua jalan, yang satu mencapai jarak boleh qashar dan
satunya tidak, lalu jarak yang lebih jauh ditempuh karena jalannya lebih
lancar, mudah dalam perbekalan, atau tujuan ziarah, mengunjungi atau menjenguk
orang, serta tujuan lainnya baik dalam hal agama atau dunia, maka ia boleh
meng-qashar shalat dan melakukan keringanan ibadah lainnya dalam perjalanan.
Termasuk jika bermaksud hanya untuk rekreasi, maka ia juga termasuk tujuan yang
jelas, maka ia juga mendapatkan rukhshah.” Dengan demikian, wisata adalah
tujuan perjalanan yang diperbolehkan dalam Islam. Kemudian jika dalam
perjalanan Anda ingin mampir ke suatu daerah untuk berwisata, sehingga jarak
tempuh menjadi lebih jauh, maka diperkenankan pula melakukan qashar shalat dan
keringanan ibadah lainnya. Wallahu a’lam. (Muhammad Iqbal Syauqi)
Posting Komentar